Sebelum filsafat lahir dan berkembang pesat, di Yunani telah
berkembang mitos-mitos. Bahkan kalau di pikirkan secara seksama lagi, ternyata
filsafat sendiri dilahirkan dan dikembangkan melalui jalan mitologis. Mitos-mitos
yang berkembang sendiri merupakan metode yang dilakukan untuk memahami segala
sesuatu yang ada, karena ketidaktahuan dan penasarannya manusia terhadap alam
semesta ini dan pada saat itu jawabannya hanya ada di dalam mitos sehingga
muncul anggapan bahwa bumi ini bisa gelap karena ada raksasa yang menggemgam
bumi ini, dan menjadi terang kembali setelah raksasa melepas genggamannya.
Khayalan-khayalan itu menjadi “keyakinan”
yang selanjutnya membentuk pemahaman normatif tentang setiap keberadaan
dan kekuatan yang ada didalamnya. Kemudian setelah berkembang jaman manusia pun
mulai mencari kebenaran yang bisa dibuktikan secara rasional yang melahirkan
sebuah ilmu pengetahuan, mereka berhasil mengubah masyarakat yang mitos menjadi
logos yang sekarang dikenal dengan “filsafat”.
Filsafat sebagai induk pemikiran ilmiah selalu berada
dibelakang kemajuan suatu peradaban. Langkah ini dimulai dengan cara coba-coba
(trial and error). Cara ini
membimbing manusia pada kemampuan menemukan pengetahuan ilmiah yang melibatkan
observasi dan eksperimen.
Lambat laun perkembangan ilmu filsafat pun semakin pesat, menurut
saya perkembangan filsafat terdiri dari 8 periode yaitu: periode yunani,
periode Helenitas dan Romawi, periode Patristik, periode Islam, periode
Skolastik, periode abad pertengahan, periode modern, dan periode baru.
Pada zaman yunani kuno terdapat 3 masa perkembangan yaitu
masa awal, masa kaum sofis serta masa keemasan. Pada masa awal ini, filsafat
hanya membahas tentang alam dan kejadian alamiah terutama dalam hubungannya
dalam perubahan-perubahan yang terjadi. Namun mereka yakin bahwa
perubahan-perubahan ini terdapat suatu unsur yang menentukan, tapi mereka punya
perbedaan pendapat tentang perbedaan unsur-unsur tersebut. Seperti Thales
menyebutnya unsur air, Anaximandros dengan unsur yang tidak terbatas (to apeiron), Anaximenes dengan unsur
udara. Anaximandros dan anaximenes adalah kedua murid Thales namun berbeda pendapat
dalam pemahamannya tentang unsur-unsur tersebut. Selanjutnya Heraklitos
mengatakan unsur tersebut adalah api, menurutnya api adalah lambang perubahan.
Karena tidak ada didunia yang tetap, definitf dan sempurna, tetapi berubah.
Segala sesuatu berada dalam status “menjadi” kemudian berubah.
Pemikiran Phytaghoras berbeda dengan filosof pada masanya
kecuali Anaximandros dalam memahami unsur tersebut. Menurutnya unsur tersebut
tidak dapat ditentukan dengan pengenalan indrawi, melainkan dapat diterangkan
dengan perbandingan dasar antar bilangan, karena Phytaghoras terkenal sebagai
pengembang ilmu pasti dengan dalil terkenalnya yaitu “dalil Phyitaghoras”. Perminides dari Elea mengemukakan unsure “metafisika”, yaitu mempersoalkan “ada”
yang berkembang menjadi “yang ada,
sejauh ada” (being as being, being as
such). Dari yang ada, ada,dan yang tak ada, mempunyai arti bahwa prulalitas
itu tidak ada.
Filosof berikutnya kembali kepada pengalaman indrawi, antara
lain Demokritos dan Leucippus yang bersama-sama memuat teori “atomisme”. Mereka
berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada terdiri atas bagian-bagian kecil yang
tidak bisa dibagi-bagi lagi, meskipun bentuk atom itu sendiri sangat kecil dan
tidak Nampak oleh indra namun atom selalu bergerak membentuk realitas yang
tampak oleh indra manusia.
Di lanjutkan pada masa kaum sofis,
yaitu kaum yang pandai berpidato yang tidak lagi menaruh perhatian utama kepada
alam, tetapi menjadikan manusia sebagai pusat perhatian studinya. Tokohnya
adalah Protagoras, dia memperlihatkan sifat-sifat relativisme (kebenaran
bersifat relative), tidak ada kebenaran yang tetap, umiversal dan definitif.
Benar, baik dan bagus selalu berhubungan dengan manusia, tidak manidiri sebagai
kebenaran mutlak.
Selanjutnya adalah masa keemasan
filsafat di Yunani yang dintadi dengan Socrates (470SM-399SM) yang menentang
kaum sofis yang mengatak bahwa kebenaran adalah sifatnya relative dan tidak
mutlak. Namun menurut Socrates, kebenaran itu sifatnya mutlak, universal dan
obyektif yang harus dijunjung tinggi oleh semua orang. Metode yang digunakan
olehnya adalah dengan bertanya secara radikal dan kritis kepada orang yang
bersangkutran sampai orang yang ditanya dapat menemukan apa yan baik dan benar
didalam dirinya sendiri. Keberanian, kejujuran dan keteguhannya dalam bersifat
harus dibayar mahal olehnya dengan meminum racun sebagai hukuman mati karena
dia dianggap menyebarkan kesesatan dan merusak moral pemuda dan masyarakat saat
itu.
Dari caranya bersifat, ia
mengembangkan secara de facto menjadi suatu metode yang dikenal dengan metode
Induktif. Dalam metode ini dikumpulkan contoh dari peristiwa khusus yang
diambil cirri-ciri khususnya kemudian dicari cirri-ciri umumnya hingga
memperoleh suatu definisi terhadap sesuatu.
Jasa Socrates yang paling besar adalah
mengembalikan tradisi filsafat yunani yang semapt digoyahkan oleh kaum sofis.
Socrates mempunyai murid dari kalangan bangsawan yunani bernama Plato
(427SM-347SM). Plato mendirikan sekolah filsafat yang disebut Akademia. Dia
mengubah metode Socrates menjadi teori Idea. Menurutnya idea adalah bentuk mula
jadi atau model yang bersifat umum dan sempurna yang disebut prototypa, sedangkan benda individual
dunia hanya merupakan bentuk tiruan yang tidak sempurna/kekal. Oleh karena itu
dalam filsafatnya plato menentang realisme karena yang dianggap benar menurut
realisme adalah yang dapat diindra dan ada begitu saja, tapi kata plato obyek
tersebut sebenarnya sudah ada di dalam idea yang nyata sedangkan objek duniawi hanyalah tiruan dari dunia idea
saja. Gagasan plato ini banyak memberikan dasar pada perkembangan logika.
Namun demikian logika ilmiah
sesungguhnya baru saja terwujud oleh muridnya yaitu Aristoteles (384SM-322SM),
karena dia lebih sistematis dalam berfilsafat. Dalam berfilsafat dia menggarap
masalah kategori, struktur bahasa, hokum formal konsistensi proposisi,
silogisme kategoris, pembuktian ilmiah, perbedaan atribut hakiki dengan bukan
hakiki, kesatuan pemikiran, metode berdebat, kesalahan berpikir sampai
menyentuh bentuk-bentuk dasar simbolisme.
Masa ini tidak lepas dari peranan
Raja Alexander Agung, uang membuat kebudayaan yunani menjadi kebudayaan
Helenitas. Diera ini dibuka juga sekolah-sekolah baru mengalahkan Akademia
plato dan Lykeion aristoteles, sehingga memunculkan banyak aliran-aliran baru
seperti stoisisme, epikurisme, skeptisisme, ekletisisme, dan neoplatoisme.
Stoisme adalah mazhab yang didirikan
oleh Zeno dari kition di Athena sekitar 300 SM. Nama “stoa” mengacu dari
serambi bertiang empat tempat Zeno mengajar. Menurut stoisme jagat raya di
ditentukan oleh “logos” yang berarti rasio dengan begitu seluruh kejadian jagat
raya ini telah ditentukan dan tidak bisa dielakan dan jiwa manusia merupakan
bagian dari logos sehingga mampu mengenali jagat raya. Manusia dapat hidup
bahagia dan bijaksana jika menggunakan rasionya dalam mengendalikan diri
nafsu-nafsunya secara sempurna. Mati dan hidup merupakan kejadian yang sudah
ditentukan dan sifatnya mutlak.
Epikurisme dibangun epikueros
(341SM-270SM) yang kembali memunculkan “Atomisme demokritos” bahwa segala hal
terdiri atas atom yang senantiasa bergerak dan bertabrakan secara kebetulan
sehingga terciptanya segala sesuatu. Dalam ajarannya terhadap manusia, dia
berpendapat manusia bisa bahagia jika mengakui susunan dunia ini dan tidak
ditakut-takuti oleh dewa. Dengan begini manusia bebas dalam berkehendak untuk
mencari kesenangan sepuas-puasnya tanpa harus memperdulikan dewa. Namun jika
kesenangan yang manusia dapat terlalu banyak maka ia akn gelisah dan tidak tenang,
oleh karena itu yang manusia itu sendiri harus bisa membatasi diri dalam
mencari kesenangan itu sendiri agar memperoleh kesenangan yang hakiki yaitu
kesenangan rohani.
Skeptisisme dipelopori oleh Pyrrho
(365SM-275SM), aliran ini mengajarkan keragu-raguan dan kesangsian terhadap
sesuatu yang ada, walaupun sesuatu itu nyata adanya. Karena mereka menyakini
bahwa kemampuan manusia tidak akan sampai bisa menemukan kebenaran yang mutlak.
Ekletisisme, Cicero (106SM-43SM).
Aliran ini hanya sebagai penengah berbagai aliran filsafat bagi masyarakat
dalam menghadapi berbagai permasalahan namun tidak sampai menggabungkan segala
aliran filsafat itu kedalam satu pemikiran namun hanya menggunakan
aliran-aliran tertentu pada kondisi tertentu dan tidak memihak kepada aliran
apapun.
Neoplatoisme,sesuai dengan namanya
aliran ini mencoba menghidupkan kembali filsafat Plato, tetapi dipengaruhi juga
oleh aliran filsafat setelahnya seperti Aristoteles dan Stoa, oleh karena itu tidak
lah heran jika aliran ini mensintesiskan semua aliran filsafat saat itu. Tokoh
nya adalah Plotinos, aliran ini mengajarkan tentang hakikat adanya “yang satu” ayitu Allah. Artinya
semuanya berasal dan kembali kepada “yang satu” sehingga menimbulkan gerakan
dari atas kebawah dan dari bawah keatas. Pada gerakan dari atas kebawah,
artinya taraf yang paling tinggi yaitu Allah mengelurkan taraf-taraf yang ada
dibawahnya melalui jalan emanasi yang berarti tidak merubah dan mengurangi
kesempurnaan “yang satu”. Prosesnya adalah seperti ini, dari yang satu
dikeluarkan akal budi sesuai dgn gagasan plato. Didalam akal budi ada dualitas
yaitu yang memikirkan dan yang dipikirkan. Dari akal budi melahirkan jiwa dunia
(psyche) dan darinya dikeluarkan materi (hyle) bersama dengan psykhe
terciptalaj jagat raya. Sebagai taraf terendah, materi yang palin tidak
sempurna dan merupakan pusat kejahatan.
Pada gerakan dari bawah keatas,
setiap taraf-taraf yang dikeluarkan yang satu akan kembali menuju Allah, karena
manusia memilii tiga taraf (akal budi, psyche, dan hyle) maka hanya manusialah
yang mampu kembali pada yang satu. Cara kembalinya ada tiga cara yaitu:
penyucian manusia dari materi ketika bertapa, penyatuan manusia dengan tuhan
melebihi pengetahuan dan eksistensi.
3. Periode
Patristik
Istilah patristic berasal dari kata latin “patres” yg
berarti bapak dalam lingkungan gereja. Dalam era ini, filsafat mulai disusupi
oleh teologi kristiani, bahkan terjadi pertentangan juga dikalangan para pemuka
agama Kristen ini dalam menanggapi filsafat. Ada tiga pendapat para bapak
gereja dalam menanggapinya, pertama,setelah adanya wahyu ilahi melalui roh
kudus seharusnya pemikiran filsafat di stop bahkan dihilangkan sama sekali
karena dianggap menyalahi alkitab dan dianggap “kafir”. Kedua, berusaha untuk menengahi dan menggabungkan kedua
pemikiran tersebut. Ketiga, filsafat merupakan langkah awal menuju pemahaman
agama yang harus diterima dan dikembangkan.
Tokoh utama dalam filsafat ini adalah augustinus, ia
mengatakan bahwa pemikiran merupakan integrasi dari teologi Kristen dan
pemikiran filsafatnya dan filsafat itu sendiri tidak bisa lepas dari iman
Kristen. Inti dari filsafat ini hanya membahas 2 aspek yaitu tuhan dan manusia.
Oleh karena itu maka pembahasannya mencakup hal-hal yg berhubungan dengan
manusia, kepribadian, kesusilaan dan sifat-sifat tuhan. Menurutnya manusia
tidak akan sanggup mencapai kebenaran tanpa terang (lumens) dari Allah,
meskipun demikian dalam diri manusia sendiri sudah tertanam benih kebenaran
yang merupakan pantulan terang allah sendiri yaitu hati nurani.
Sebenarnya para bapak gereja menggunakan pemikiran filsafat
adalah guna memudahkan agama Kristen diterima oleh manusia dan mengembangkan
agama Kristen irtu sendiri. Namun pada pelaksanaannya agama Kristen itu sendiri
yang mengurung dan mengekang pola pikir manusia dalam berfilsafat karena jika
ada pemikiran yang ridak sesuai dengan alkitab maka akan langsung dihukum. Dari
situlah nantinya akan muncul sekulerisme dikalangan eropa pada abad pertengahan
yang memisahkan antara agama dan filsafat bahkan mereka melawan ajaran-ajaran
Kristen dan menjadikan akal sebagai tuhan.
Filsafat islam muncul akibat imbas dari gerakan penerjemahan
besar-besaran buku-buku peradaban yunani dan peradaban lainnya pada masa Daulat
Abasiah dimana pemerintah memberikan sokongan penuh terhadap gerakan
penerjemahan kedalam bahasa arab ini, dan prestasi yang paling spektakuler
adalah ulama berhasil menerjemahkan ilmu filsafat sebagai mascot peradaban
yunani saat itu, baik Socrates, plato, aristoteles maupun lainnya.
Namun filsafat islam bukanlah filsafat aristoteles atau
plato yang di bahasa arabkan, akan tetapi independen yang memiliki
karakteristik yang sangat berbeda dengan filsafat yunani. Hal ini dibuktikannya
dari upaya para ahli ilmu kalam antara mu’tazilah dengan asy’ariah yang
menjelaskan bahwa agama islam adalah agama yang rasional sehingga mereka
membungkus filsafat dalam baju keagamaan. Dan adanya batasan filsafat masuk ke
dalam agama yaitu filsafat tidak boleh dan haram hukumnya mengobrak-abrik
akidah agama islam, namun hanya boleh menguatkan akidah dengan cara memikirkan
makhluknya saja dan tidak boleh memikirkan tentang dzatnya ALLAH SWT.
Tokoh-tokoh filosof ini adalah ibnu taimiyah, ibnu rusyd
(averros), ibnu sina (Avicenna), dan al-farabi. Imbas filsafat masuk ke
lngkungan islam adalah munculnya ilmu-ilmu pengatahuan baru seperti ilmu falak,
astronomi, pengobatan bahkan para ulama ahli dalam bidang tersebut berhasil
membuat karya yang sangat berguna bagi manusia sampai saat ini. Bahkan inu sina
dan ibnu rusyd terkenal di barat sana namanya.
Filsafat ini mempunyai corak semata-mata agama yang mengabdi
kepada teologi yang mencoba mensintesa kan antara kepercayaan dan akal. Berbeda
dengan patristic, skolastik hanya mengkaji teologi dan menggunakan filsafat
sebagai pembuktiannya.
Tokohnya adalah Thomas Aquinas (1225-1274M), menurutnya
pengetahuan didapat melalui indra dan diolah akal tapi akal tidak mampu
mencapai relitas tertinggi yang ada pada daerah tuhan. Nah, filsafat inilah yang bisa memperkuat
dalil-dali agama guna lebih mengabdi kepada tuhan.
Pembuktian Aquinas tentang adanya tuhan, pertama, dari sifat
ala mini yang selalu bergerak dengan teratur membuktikan bahwa ada yang mengatur
semua ini yaitu tuhan. Kedua, allah itu maha besar, sehingga tidak terpikirkan
sesuatu yang lebih besar lagi. Ketiga, hal yang terbesar tentulah berada dalam
kenyataan karena apa yang ada dalam pikiran saja tidak mungkin lebih besar.
Keempat, allah tidak hanya berada dalam pikiran tetapi dalam kenyataan juga,
jadi Allah benar-benar ada.
Pandangan etika Aquinas menekankan superioritas kebaikan
keagamaan. dasar kebaikan adalah kemurahan hati yang lebih dari sekedar
kedermawanan dan belas kasih melainkan terdapat didalam jiwa yang penuh cinta.
Cinta kepada tuhan yang harus diutamakan baru cinta kepada sesama manusia.
Pada abad pertengahan ini, masyarakat terutama di eropa
mulai bosan dengan pembatasan pemikiran mereka terhadap sesuatu oleh gereja.
Karena setiap ada suatu pendapat atau pemikiran yang tidak sesuai dengan paham
gereja makan akan di kenakan hukuman dan di cap sebagai “kafir” oleh gereja.
Akhirnya manusia mulai mencoba memisahkan hubungan antara
agama dan ilmu pengetahuan. Disini mulai adanya pencarahan dan kebebasan
berpikir manusia dalam mencari suatu kebenaran. Namun dimasa ini filsafat masih
jatuh bangun dari hasrat radikalisasi pemikirannya. Karena pada saat ini
manusia masih mebutukan agama dan bimbingan gereja untuk menjalani hidup yang
damai dan memperoleh ketenangan yang hakiki.
Setelah hampir sepuluh abad eropa diselimuti paham teologis
yang memanipulasi kebenaran dan mematikan pemikiran bebas. Akhirnya munculnya
suatu gerakan cultural yang bertujuan menggulingkan paham gereja yang selama
ini mengekang mereka dalam mencari kebenaran dan berpikir bebas, gerakan ini
disebut “renaisans” yang artinya kelahiran kembali. Semangat renaisans ini
menimbulkan rasa kepercayaan pada otonomi manusia dalam mencari kebenaran. Ilmu
pengetahuan yang tadinya tidak berkembang akibat dominasi gereja mulai
berkembang dengan pesatnya dimasa renaisans.
Kebenaran tidak lagi bersumber dari alkitab tetapi pada
pengalaman empiris dan perumusan hipotesis yang rasional. Oleh karena itu,
sumber pengetahuan hanya apa yang secara alamiah dapat dipakai oleh manusia
yaitu, akal (rasio) dan pengalaman (empiris). Maka pada abad ini muncul dua
aliran yang saling bertentangan yaitu antara aliran rasionalisme dan aliran empirisme.
Perdebatan antara kedua aliran ini terus berlangsung dan mempengaruhi pemikiran
filsafat setelahnya.
Tokoh dari aliran rasionalisme adalah Rene Descartes
(1596-1650), aliran ini menyatakan bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan
dapat dipercaya adalah rasio, hanya pengetahuan yang diperoleh akalah yang
memenuhi syarat untuk dijadikan sumber pengetahuan. Pengalaman inderawi selalu
diragukan, selalu berubah dan tidak pasti. Bisa saja kursi yang kita duduki
adalah tidak nyata dan hanya mimpi belaka. Bahkan dia sendiri meragukan akan kebenaran adanya
dirinya sendiri. Makanya munculah “karena
saya berpikir maka saya ada”. Kaum rasionalis selalu meragukan segala
sesuatu dan tidak percaya akan pengalamannya sendiri. Pengalaman hanya bisa
dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan oleh akal. Akal
tidak memerlukan pengalaman, karena akal mampu menurunkan kebenaran dari akal
sendiri. Dan metode yang digunakan adalah deduktif. Namun meskipun begitu,
Descartes tidak menafikan tentang adanya tuhan karena menurut dia tuhan adalah
“matematikawan agung” yang begitu rasional dalam menciptakan dunia ini secara
terstruktur dan wajib ditemukan oleh
akal manusia dalam penciptaannya itu.
Aliran empirisme dengan tokohnya adalah David Hume
(1711-1776) mengatakan bahwa, pengalamanlah yang menjadi sumber ilmu
pengetahuan baik pengalaman batiniah maupun lahiriah. Akal hanyalah mengolah
bahan-bahan pengalaman yang diperoleh inderawi. Karena tidak ada satupun ada
dalam pemikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi.
Contohnya, kita tidak akan mengetahui bahwa api itu panas jika kita sendiri
belum mencoba dan membuktikannya bahwa api itu panas. Oleh akal lalu
disimpilkan bahwa api itu panas. Lalu munculah pengetahua baru berdasarkan pengalaman.
Metode yang digunakan adalah induktif.
Era baru ini dimulai dengan “Kritisisme” Immanuel Kant
(1724-1804) yang berusaha mendamaikan antara aliran rasionalisme dan empirisme.
Ia mengatakan bahwa pengenalan manusia merupakan perpaduan antara unsur a
priori dgn unsur aposteriori. Kant berpendapat bahwa pada taraf inderawi unsur
apriori hanyalah kesan yang diterima oleh inderawi sebagai gejala-gejala.
Kemudian data-data inderawi tersebut diolah oleh sesuatu yang disebut “akal
budi”. Peran akal budi disini adalah memberi putusan-putusan yang kemudian
ditransmisikan kedalam otak. Dan oleh otak lah yang akan memilih dan
mengesahkan putusan-putusan yang dibuat akal budi. Ibaratnya pengalaman adalah
suatu soal pilihan ganda, pilhan-pilihan ganda itu adalah putusan-putusan yang
dibuat akal budi kemudian yang bertugas memilih jawaban yang paling benarnya
adalah rasio kita.
Selanjutnya adalah Idealisme yang Tokohnya adalaha G. W. F.
Hegel (1770-1831). Menyatakan bahwa “setiap
Tesa pasti ada Antitesa nya dan dari keduanya akan mengahasilkan Sintesa yang
memiliki gabungan sifat dari tesa dan antitesanya tapi sintesa bukanlah
tesaaupun antitesa”. Sebagai contohnya, suatu golongan menginginkan Negara
menguasi segala urusan agama. Pandangan ini mempunyai dampak positif yaitu
adanya kesatuan antara kekuatan dan kekuasaan politik karena tidak ada batasan
agama sehingga ketertiban suatu Negara bisa terwujud, ini yang disebut tesa.
Antitesa dari pernyataan ini ialah kebebasan agama ditiadakan karena agama
harus tunduk kepada pemerintah. Lalu sintesa bagi kedua pendapat tersebut
adalah memisahkan antara agam dan pemerintah, baik agama maupun pemerintah
harus diberi bagiannya masing-masing, sehingga ketertiban nasional terjamin dan
kebebasan agama pun terjamin juga karena tidak tercampur antara kepentingan
agama dengan kepentingan politik.
Era ini dilanjutkan dengan munculnya paham Positivisme yang
dipopulerkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Dia menganggap hokum-hukum alam
yang mengendalikan manusia dan gejala sosial dapat dipergunakan sebagai dasar
untuk mengadakan pembaharuan –pembaharuan social dan politik untuk
menyelaraskan institusi-institusi masyarakat dengan hokum-hukum itu. Sehingga
Auguste comte menemukan ilmu baru tetntang masyarakat yaitu “sosiologi”.
Positivism erat kaitannya dengan empirisme namun berbeda dengan empirisme yang
menjadikan pengalaman batiniah dan lahiriah sebagai sumber pengetahuan.
Positivism hanya mengambil yang berdasarkan fakta saja.sebagai contoh, air mendidih
100° C dan besi ini panjangnya 10 meter. Ukuran-ukuran ini perasional,
kuuantitatif dan tidak mungkin adanya perbedaan pendapat. Positivisme merupakan
aliran tertinggi dari kehidupan manusia karena manusia tidak perlu lagi mencari
penyebab-penyebab dari suatu fakta. Manusia hanya berusaha menetapkan
relasi-relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat antara
fakta-fakta. Dan disinilah ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Aliran yang muncul kemudian adalah Fenomenologi dipelopori
oleh Edmund Husserl (1859-1938), inti filsafatnya adalah bahwa untuk menemukan
pemikiran yang benar seseorang harus kembali kepada “benda-benda” sendiri yaitu
hakikat dirinya sendiri. Akan tetapi benda-benda itu tidak langsung
meperlihatkan hakikat sendirinya, karena pemikiran pertama tidak membuka tabir
yang menutupi hakikat maka diperlukannya pemikiran kedua yang berupa “intuisi”.
Dalam menggunakan intuisi digunakan suatu metode yang disebut reduksi yaitu
penempatan sesuatu diantara dua kurung. Maksudnya, melupakan
pengertian-pengertian tentang objek untuk sementara dan berusaha melihat objek
secara langsung dengan intuisi tanpa bantuan pengertian-pengertian yang ada
sebelumnya. Tujuannya adalah menemukan bagaimana objek dikonstitusi sebagai
fenomena asli dalam kesadaran manusia. Namun fenomenologi mempunyai kelemahan
karena dalam menentukan pengetahuan yangmurni objektif tanpa ada pengaruh
apapun, tapi fenomenologi sendiri mengakui bahwa ilmu pengetahuan yang
diperoleh tida bebas nilai tetapi bermuatan nilai dengan kata lain status
seluruh pengetahuan adalah sementara dan relatif.
Aliran selanjutnya adalah Eksistensialisme, tokohnya adalah
Friedrich Wilhelm Nietzsche ( 1844-1900). Gagasan utama dari dia adalah
kehendak berkuasa (will to power) dimana ditunjukan menjadi ubermensch atau
manusia super. Ubermensch adalah cara manusia memberikan nilai pada dirinya
sendiri tanpa berpaling dari dunia dan menengok kesebrang dunia, dengan kata
lain tidak lagi percaya akan bentuk nilai adikodrati dari manusia dan dunia.
Sedangkan eksistensi itu sendiri adalah cara manusia berada didalam dunia dan
keberadaannya karena setiap orang mempunyai tempatnya sendiri dalam kehidupan
ini yaitu sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Jadi jangan menghendaki
sesuatu yang melebihi kemampuanmu, karena melakukan sesuatu yang melebihi
kemampuan sendiri mengandung cirri kepalsuan yang menjijikan. Doktrin aliran
ini adalah “eksistensi mendahului esensi” yg berarti setelah manusia berada
didunia ini, di sendiri yang harus menentukan siapa dirinya ini. Karena pada
awalnya manusia bukanlah apa-apa tanpa bereksistensi.
Cara mencapai manusia super adalah dengan cara mereka harus
berani menghadapi kehidupan ini baik saat bahagia maupun sedih. Mereka harus
cerdas dalam menjadikan penderitaan itu sebagai titik balik untuk memunculkan
potensi maksimal dirinya, terakhir dia harus bangga terhadap potensi apa yang
dimilikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar