Panenteisme, berasal dari kata pan-en-teisme
(segala sesuatu ada didalam Tuhan). K. C. F. Krause (perumus istilah ini),
mengatakan bahwa dunia tidak dicampuradukkan dengan Tuhan, namun tidak pula
dipisahkan. Dunia merupakan ungkapan empiris Tuhan yang berada didalam segala
hal yang imanen dan sekaligus transenden.
Panenteisme
nampak mirip dengan panteisme, tetapi berbeda dalam konsepsinya tentang Tuhan.
Panteisme menyatakan semua adalah Tuhan, tetapi panenteisme menyatakan bahwa
semua dalam tubuh Tuhan.
Ada
beberapa kelainan antara teisme dan penenteisme. Dalam teisme Tuhan adalah
pencipta dari tidak ada, berkuasa atas alam, tidak terganting pada alam, tidak
berubah, maha sempurna, dan tidak terbatas. Sedangkan dalam penenteisme adalah
Tuhan pengatur dari materi yang sudah ada, bekerja sama dengan alam, tergantung
pada alam, berubah, menuju kesempurnaan. Selain itu masih ada perbedaannya
antara paham teisme dan panenteisme. Teisme berpandangan bahwa hubungan Tuhan
dengan dunia bagaikan pelukis dengan lukisannya. Pelukis tidak tergantung pada
lukisannya. Namun, pikirannya diungkapkan dalam luksan tersebut, sebab pikiran
itulah yang mewujudkan lukisan. Tetapi, panenteisme memandang hubungan Tuhan
dan alam sama dengan pikiran berhubungan dengan tubuh. Tetapi, panenteisme
menganggap “tubuh” (alam) Tuhan adalah satu kutub dan “akal” (yang diluar
alam)-Nya adalah kutub yang lain. Pendapat ini selaras dengan para pemikir
modern yang menyatakan bahwa dari akal tergantung pada otak, begitu juga dalam
penenteisme meyakini bahwa tuhan tergantung pada alam dan alampun tergantung
pada tuhan.
Panenteisme
lebih menekankan Tuhan pada aspek terbatas, berubah, mengatur alam, dan bekerja
sama dengan alam untuk mencapai kesempurnaan ketimbang, memandang Tuhan sebagai
Zat yang tidak terbatas, menguasai alam, dan tidak berubah. Namun pada
dasarnya, panenteisme setuju bahwa Tuhan terdiri atas dua kutup. Kutup potensi,
yakni Tuhan yang abadi, tidak berubah, dan transenden, dan kutup aktual, yaitu
Tuhan yang berubah, tidak abadi dan imanen.
Sebagaimana
aliran-aliran teisme, deisme, panteisme, dan panenteismepun telah menyumbangkan
pemikiran yang konstruktif terhadap pemikiran keagamaan antara lain:
a. Panenteisme dianggap memberi sumbangan konstruktif
dalam pemikiran keagamaan dalam memahami realitas secara holistik dan tidak
parsial. Panenteisme menganggap bahwa pendekat parsial tentang realitas tidak
memadai. Sebaliknya, panenteisme telah mengembangkan suatu pandangan rasional
tentang keseluruhan yang ada.
b.
Panenteisme
berhasil menjelaskan koneksitas Tuhan dan alam secara radikal tanpa
menghacurkan salah satunya, sebagaimana dalam pantaisme. Tuhan berada dalam
alam, tetapi alam di anggap tidak ada hanya maya.
Sebagaimana
aliran teisme, disme, dan panteisme, panenteisme juga tidak luput dari
kelemahan dan kritik seperti sebagai berikut:
a. Ide
tentang satu Tuhan yang sekaligus terbatas dan tidak terbatas, mungkin dan
tidak mungkin, absolut dan relatif adalah suatu kerancuan berpikir. Kontradiksi
muncul ketika hal yang berlawanan terwujud dalam zat yang sama, waktu yang sama
dan cara yang sama.
b. Panenteisme
mengadapi suatu problem. Panenteisme meyakini Tuhan meliputi keseluruhan jakat
raya dalam waktu yang sama. Namun, panenteisme juga meyakini Tuhan terbatas
dalam watu dan ruang. Sesuatu yang terbatas oleh waktu dan ruang tidak mampu
berfikir, mengetahui dan melebihi kecepatan cahaya. Karena jaka raya terlalu
luas, maka seseorang yang akan mengelilingya perlu masa bertahu-tahun dengan
kecepatan 186.000 mill perdetik oleh sebab itu, mustahil Tuhan yang terbatas
oleh waktu dan ruang mampu meliputi semua jakat raya.
Menurut
Amsal Bakhtiar konsepsi ketuhanan teisme, deisme, dan penenteisme tidak ada
yang benar-benar memuaskan para agamawan dan para filosof. Deisme mengakui
adanya Tuhan, tetapi Tuhan yang transenden sebaliknya, penteisme mengakui juga
adanya Tuhan, tetapi Tuhan yang imenen saja. Teisme dan penenteisme kelihatan
ingin menawarkan jalan tengah, yaitu Tuhan yang transenden dan sekaligus
imanen. Teisme berpendapat bahwa Tuhan tidak terjangkau oleh pengetahuan
manusia dan Dia pencipta alam, tetapi setelah penciptaan, Tuhan tetap
memelihara hasil ciptaan-Nya. Tuhan, menurut teisme, tidak seperti tukang jam,
tetapi seperti tukang kebun, yang selalu memelihara kebunnya. Berbeda halnya
dengan penenteisme, tuhan terdiri atas dua kutup yakni kutup tidak terbatas dan
kutup terbatas. Kutup tidak terbatas jauh dari alam, sedangkan kutup terbatas
tergantung pada alam yang terbatas dan alam yang mutlak tergantung pada alam
yan terbatas tidak dapat diterima. Sebaliknya, bagi penenteisme, Tuhan yang
tidak terbatas tidak mungkin mengatur dunia yang terbatas.
Ketidak
puasan para agamawan dan filosof di atas adalah wajar karena hal itu permainan
semantik dan kategori-kategori akal. Selain hal tersebut, ruang metafisika
terbuka untuk mengadakan spekulasi sebanyak mungkin dan sedalam-dalamnya.
Menurut agamawan, penjelasan yang sangat memuaskan tentang Tuhan bukan berasal
dari rasio, tetapi dari wahyu. Wahyulah yang mendatangkan kejelasan tentang
Tuhan. Akal sekedar sebagai alat bantu untuk menginterpretasikan wahyu
tersebut, bukan sebagai sumber utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar