Selasa, 13 Desember 2016

Aliran Panenteisme



Panenteisme, berasal dari kata pan-en-teisme (segala sesuatu ada didalam Tuhan). K. C. F. Krause (perumus istilah ini), mengatakan bahwa dunia tidak dicampuradukkan dengan Tuhan, namun tidak pula dipisahkan. Dunia merupakan ungkapan empiris Tuhan yang berada didalam segala hal yang imanen dan sekaligus transenden.
Panenteisme nampak mirip dengan panteisme, tetapi berbeda dalam konsepsinya tentang Tuhan. Panteisme menyatakan semua adalah Tuhan, tetapi panenteisme menyatakan bahwa semua dalam tubuh Tuhan.
Ada beberapa kelainan antara teisme dan penenteisme. Dalam teisme Tuhan adalah pencipta dari tidak ada, berkuasa atas alam, tidak terganting pada alam, tidak berubah, maha sempurna, dan tidak terbatas. Sedangkan dalam penenteisme adalah Tuhan pengatur dari materi yang sudah ada, bekerja sama dengan alam, tergantung pada alam, berubah, menuju kesempurnaan. Selain itu masih ada perbedaannya antara paham teisme dan panenteisme. Teisme berpandangan bahwa hubungan Tuhan dengan dunia bagaikan pelukis dengan lukisannya. Pelukis tidak tergantung pada lukisannya. Namun, pikirannya diungkapkan dalam luksan tersebut, sebab pikiran itulah yang mewujudkan lukisan. Tetapi, panenteisme memandang hubungan Tuhan dan alam sama dengan pikiran berhubungan dengan tubuh. Tetapi, panenteisme menganggap “tubuh” (alam) Tuhan adalah satu kutub dan “akal” (yang diluar alam)-Nya adalah kutub yang lain. Pendapat ini selaras dengan para pemikir modern yang menyatakan bahwa dari akal tergantung pada otak, begitu juga dalam penenteisme meyakini bahwa tuhan tergantung pada alam dan alampun tergantung pada tuhan.
Panenteisme lebih menekankan Tuhan pada aspek terbatas, berubah, mengatur alam, dan bekerja sama dengan alam untuk mencapai kesempurnaan ketimbang, memandang Tuhan sebagai Zat yang tidak terbatas, menguasai alam, dan tidak berubah. Namun pada dasarnya, panenteisme setuju bahwa Tuhan terdiri atas dua kutup. Kutup potensi, yakni Tuhan yang abadi, tidak berubah, dan transenden, dan kutup aktual, yaitu Tuhan yang berubah, tidak abadi dan imanen.
Sebagaimana aliran-aliran teisme, deisme, panteisme, dan panenteismepun telah menyumbangkan pemikiran yang konstruktif terhadap pemikiran keagamaan antara lain:
a.       Panenteisme dianggap memberi sumbangan konstruktif dalam pemikiran keagamaan dalam memahami realitas secara holistik dan tidak parsial. Panenteisme menganggap bahwa pendekat parsial tentang realitas tidak memadai. Sebaliknya, panenteisme telah mengembangkan suatu pandangan rasional tentang keseluruhan yang ada.
b.      Panenteisme berhasil menjelaskan koneksitas Tuhan dan alam secara radikal tanpa menghacurkan salah satunya, sebagaimana dalam pantaisme. Tuhan berada dalam alam, tetapi alam di anggap tidak ada hanya maya.
Sebagaimana aliran teisme, disme, dan panteisme, panenteisme juga tidak luput dari kelemahan dan kritik seperti sebagai berikut:
a.       Ide tentang satu Tuhan yang sekaligus terbatas dan tidak terbatas, mungkin dan tidak mungkin, absolut dan relatif adalah suatu kerancuan berpikir. Kontradiksi muncul ketika hal yang berlawanan terwujud dalam zat yang sama, waktu yang sama dan cara yang sama.
b.      Panenteisme mengadapi suatu problem. Panenteisme meyakini Tuhan meliputi keseluruhan jakat raya dalam waktu yang sama. Namun, panenteisme juga meyakini Tuhan terbatas dalam watu dan ruang. Sesuatu yang terbatas oleh waktu dan ruang tidak mampu berfikir, mengetahui dan melebihi kecepatan cahaya. Karena jaka raya terlalu luas, maka seseorang yang akan mengelilingya perlu masa bertahu-tahun dengan kecepatan 186.000 mill perdetik oleh sebab itu, mustahil Tuhan yang terbatas oleh waktu dan ruang mampu meliputi semua jakat raya.
Menurut Amsal Bakhtiar konsepsi ketuhanan teisme, deisme, dan penenteisme tidak ada yang benar-benar memuaskan para agamawan dan para filosof. Deisme mengakui adanya Tuhan, tetapi Tuhan yang transenden sebaliknya, penteisme mengakui juga adanya Tuhan, tetapi Tuhan yang imenen saja. Teisme dan penenteisme kelihatan ingin menawarkan jalan tengah, yaitu Tuhan yang transenden dan sekaligus imanen. Teisme berpendapat bahwa Tuhan tidak terjangkau oleh pengetahuan manusia dan Dia pencipta alam, tetapi setelah penciptaan, Tuhan tetap memelihara hasil ciptaan-Nya. Tuhan, menurut teisme, tidak seperti tukang jam, tetapi seperti tukang kebun, yang selalu memelihara kebunnya. Berbeda halnya dengan penenteisme, tuhan terdiri atas dua kutup yakni kutup tidak terbatas dan kutup terbatas. Kutup tidak terbatas jauh dari alam, sedangkan kutup terbatas tergantung pada alam yang terbatas dan alam yang mutlak tergantung pada alam yan terbatas tidak dapat diterima. Sebaliknya, bagi penenteisme, Tuhan yang tidak terbatas tidak mungkin mengatur dunia yang terbatas.
Ketidak puasan para agamawan dan filosof di atas adalah wajar karena hal itu permainan semantik dan kategori-kategori akal. Selain hal tersebut, ruang metafisika terbuka untuk mengadakan spekulasi sebanyak mungkin dan sedalam-dalamnya. Menurut agamawan, penjelasan yang sangat memuaskan tentang Tuhan bukan berasal dari rasio, tetapi dari wahyu. Wahyulah yang mendatangkan kejelasan tentang Tuhan. Akal sekedar sebagai alat bantu untuk menginterpretasikan wahyu tersebut, bukan sebagai sumber utama.

Sumber: M. Baharudin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar