Menurut
Soewardi (2006) anak-anak indigo mesti disikapi secara hati-hati terutama oleh
lingkungan sosial dan keluarganya, karena gejala tersebut adalah gejala
ketidakwajaran. Keajaiban anak indigo itu terjadi karena ada kesalahan dalam
kinerja otaknya; dengan kata lain sistem kerja otak (neurotransmitter dalam
sistem limbik otak) terganggu. Ini yang harus diupayakan kesembuhannya. Oleh
karena itu anak indigo tidak perlu diistimewakan; lebih baik diperlakukan secara
wajar supaya perkembangan jiwanya tidak terganggu. Perlakuan demikian akan
dapat mempercepat kinerja otak anak indigo agar berfungsi seperti sedia kala.
Anak indigo itu tidak normal (alias sakit).
Satu
hal yang penting digaris bawahi yaitu tidak jarang anak indigo salah
diidentifikasi. Mereka sering dianggap sebagai LD (Learning Disability) ataupun
anak ADD/ HD (Attention Deficit Disorder/ Hyperactivity Disorder). Perbedaannya
adalah ketidakajegan munculnya perilaku yang dikeluhkan. Misalnya pada anak
indigo, mereka menunjukkan keunggulan pemahaman terhadap aturan-aturan sosial
dan penalaran abstrak, tapi tak tampak dalam kesehariannya baik di sekolah
maupun di rumah.
Terdapat 4 macam
anak indigo:
1.
Humanis
Tipe
ini akan bekerja dengan orang banyak. Kecenderungan karir di masa datang adalah
dokter, pengacara, guru, pengusaha, politikus atau pramuniaga. Perilaku
menonjolnya berupa hiperaktif, sehingga perhatiannya mudah tersebar. Mereka
sangat sosial, ramah, dan kokoh berpendapat.
2.
Konseptual
Lebih
senang bekerja sendiri dengan proyek-proyek yang ia ciptakan sendiri. Karirnya
di bidang arsitek, perancang, pilot, astronot, prajurit militer. Dia suka
mengontrol perilaku orang lain.
3.
Artis
Tipe ini menyukai pekerjaan seni. Perilakunya yang menonjol
berupa sensitif dan kreatif. Mereka mampu menunjukkan minat sekaligus dalam 5
atau 6 bidang seni. Namun banyak remaja minat terfokus hanya pada satu bidang
saja yang dikuasai secara baik
4.
Interdimensional
Anak
indigo tipe ini di masa datang akan jadi filsuf/ pemuka agama. Dalam usia 1
atau 2 tahun, orang tua merasa tidak perlu mengajarkan apapun karena mereka
sudah mengetahuinya.
Sumber: Dra. Lilis Madyawati, M.Si
Tidak ada komentar:
Posting Komentar