Sekarang tampaknya sedang nge-tren berbicara mengenai kiamat.
Para industrialis entertainment bahkan dengan jeli melihat fenomena ini
dengan mengangkat film bertemakan hari kiamat yang meledak di pasaran. Film
2012 yang tayang november 2009 lalu telah menarik begitu banyak penonton.
Sebenarnya film 2012 hanyalah kejelian para penggiat industri kreatif dalam
melihat fenomena kiamat. Euforia eskatologis yang bersifat apokalipstik adalah
sesuatu yang selalu menjadi daya tarik manusia dari awal hingga sekarang. Buku
ini meskipun judulnya sedikit fantastis, sebenarnya bukan sebuah bentuk eforia
tentang akhir zaman yang apokalipstik. Melainkan sebuah buku mengenai masa
depan kehancuran bumi yang diakibatkan oleh ulah manusia sendiri.
Kita terlalu fokus untuk mempelajari misteri-misteri dan
ramalanramalan mengenai akhir zaman hingga kita lupa bahwa perbuatan sehari-hari
kitalah yang akan membuat bumi semakin kehilangan daya
tahannya untuk
terus memberikan kehidupan di bumi ini. Kita terlalu asik dengan
ramalan-ramalan tradisional dan lupa bahwa setiap hari CO2 terus membuat bumi
semakin terpanggang dan es semakin
mencair. Kita
terlalu asik membicarakan skenario akhir zaman hingga kita lupa membicarakan
skenario penyelamatan bumi dari tangantangan jahil manusia tamak yang membabat
hutan kita jutaan hektar
per tahunnya. Kita
terlalu khusyuk berharap agar kita tidak melihat hari kiamat terjadi padahal
pada saat yang bersamaan di depan mata kita proses penghancuran massal terhadap
bumi telah terjadi.
Benar, kiamat yang dibahas di dalam buku ini bukanlah kiamat yang
bernuansa apokalipstik dimana kehancuran terjadi secara spontan dan langsung.
Kiamat yang dibahas dalam buku ini adalah penghancuran sistematis oleh
sekelompok besar manusia demi kepentingannya sendiri. Inilah kiamat yang sedang
kita tuju yang tanda-tandanya sudah kita rasakan bahkan telah menjadi bagian dari
kehidupan kita sehari-hari.
Akhir-akhir ini, pasti kita sudah terbiasa merasakan betapa
dunia semakin lama semakin panas. Belum juga selesai kita menikmati pagi hari
nan indah, hawa panas telah menyengat tubuh dan merenggut nikmat pagi kita.
Saat kita keluar dari rumah di siang hari, udara yang kita hirup sungguh
menyesakkan dada ditambah terik matahari yang membakar ubun-ubun kepala kita.
Fenomena ini belum ada apa-apanya dibandingkan dengan di negara lain. Di Cina,
ribuan orang merenggang nyawa akibat gelombang panas yang Rahasia di Balik
Peperangan, Kehancuran dan Kiamat menyerang tiap tahunnya.
Cuaca sekarang juga tidak lagi bersahabat dengan manusia. Kelakuan
cuaca makin aneh. Dulu kita belajar bahwa bulan-bulan yang berakhiran ber seperti
oktober, november, desember pastilah menandakan sudah waktunya musim hujan
tiba. Tapi sekarang rumusan itu tidak berlaku. Coba saja lihat, bulan juli pun
yang seharusnya musim kemarau, hujan lebat sudah mengguyur dimana-mana.
Jika kita rajin membaca koran, pasti familiar dengan
beritaberita tentang tanah longsor yang menewaskan penduduk di suatu daerah
serta banjir yang silih berganti menghampiri kota-kota yang
ada di Indonesia;
mulai dari kota terbesar jakarta sampai desa kecil di pedalaman Sumatra Utara.
Belum lagi gagal panen yang dirasakan petani di Jawa Tengah. Atau nelayan yang
tidak bisa lagi melaut karena laut sudah tidak mau lagi memberikan mereka ikan
segar.
Kita pastinya juga pernah dengar (keterlaluan jika kita tidak pernah
mendengar) cerita mengenai saudara-saudara kita di Papua yang kehilangan tempat
tinggal mereka dan tempat sakral mereka karena ada perusahaan asing beroperasi
disana. Alasan keberadaan perusahaan asing itu katanya bertujuan baik yakni
untuk membantu pemasukan bagi pemerintah meski ternyata dana pemasukan tersebut
tidak pernah sampai
ke rakyat miskin.
Jika kita sering memperhatikan berita-berita internasional, kita
akan mengetahui dengan pasti tentang konflik yang terjadi di Darfur, daerah di
selatan Sudan. Konflik disana telah menewaskan lebih
dari dua ratus ribu
Muslim Sudan. Selain konflik di Darfur, kita harusnya tahu(dengan catatan, rajin
membaca berita internasional) bahwa di Afrika tiap hari terdapat jutaan anak
kecil meninggal karena
tidak mendapatkan
akses terhadap makanan dan minuman. Parahnya lagi, bahkan ada yang rela jadi
kanibal hanya sekedar untuk mengisi perutnya yang sudah kosong melempem. Menyongsong
Akhir dari Masa Depan
Setelah membaca fakta-fakta diatas, mari kita pertanyakan: “memang
apa sih hubungan antara satu fenomena dengan fenomena lainnya diatas?”
Kita tidak sadar, bila ternyata keseluruhan fenomena-fenomena diatas (di mana
Umat Islam yang paling banyak menjadi korban) berhubungan erat dengan satu
permasalahan fundamental yang selalu diabaikan oleh umat Islam. Satu permasalahan
yang bahkan umat Islam sendiri tidak sadar bahwa itulah permasalahan utama yang
harus diselesaikan. Alih-alih sadar dengan permasalahan tersebut, banyak Umat
Islam yang tidak peduli dengan masalah-masalah ini bahkan menempatkannya pada
level prioritas terakhir dari segala prioritas isu yang ingin diperjuangkan.
Mungkin kita semua akan tertawa bila ternyata seluruh
permasalahan di atas berkaitan erat dengan masalah pengrusakkan lingkungan yang
pelan tapi pasti sedang menggerogoti tempat tinggal kita. Kenyataannya itulah
yang sedang terjadi sekarang. Keseluruhan derita yang dihadapi oleh Umat Islam
sekarang disebabkan ketidakmampuan kita menjaga alam dan melestarikannya.
Inilah Kiamat yang sedang kita hadapi walaupun mungkin bagi sebagian orang,
fenomena-fenomena ini bukanlah kiamat namun hanya masalah sepele belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar