Kamis, 29 Desember 2016

Inilah Akhir dari Masa Depan Itu



Sekarang tampaknya sedang nge-tren berbicara mengenai kiamat. Para industrialis entertainment bahkan dengan jeli melihat fenomena ini dengan mengangkat film bertemakan hari kiamat yang meledak di pasaran. Film 2012 yang tayang november 2009 lalu telah menarik begitu banyak penonton. Sebenarnya film 2012 hanyalah kejelian para penggiat industri kreatif dalam melihat fenomena kiamat. Euforia eskatologis yang bersifat apokalipstik adalah sesuatu yang selalu menjadi daya tarik manusia dari awal hingga sekarang. Buku ini meskipun judulnya sedikit fantastis, sebenarnya bukan sebuah bentuk eforia tentang akhir zaman yang apokalipstik. Melainkan sebuah buku mengenai masa depan kehancuran bumi yang diakibatkan oleh ulah manusia sendiri.

Kita terlalu fokus untuk mempelajari misteri-misteri dan ramalanramalan mengenai akhir zaman hingga kita lupa bahwa perbuatan sehari-hari kitalah yang akan membuat bumi semakin kehilangan daya
tahannya untuk terus memberikan kehidupan di bumi ini. Kita terlalu asik dengan ramalan-ramalan tradisional dan lupa bahwa setiap hari CO2 terus membuat bumi semakin terpanggang dan es semakin
mencair. Kita terlalu asik membicarakan skenario akhir zaman hingga kita lupa membicarakan skenario penyelamatan bumi dari tangantangan jahil manusia tamak yang membabat hutan kita jutaan hektar
per tahunnya. Kita terlalu khusyuk berharap agar kita tidak melihat hari kiamat terjadi padahal pada saat yang bersamaan di depan mata kita proses penghancuran massal terhadap bumi telah terjadi.

Benar, kiamat yang dibahas di dalam buku ini bukanlah kiamat yang bernuansa apokalipstik dimana kehancuran terjadi secara spontan dan langsung. Kiamat yang dibahas dalam buku ini adalah penghancuran sistematis oleh sekelompok besar manusia demi kepentingannya sendiri. Inilah kiamat yang sedang kita tuju yang tanda-tandanya sudah kita rasakan bahkan telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari.

Akhir-akhir ini, pasti kita sudah terbiasa merasakan betapa dunia semakin lama semakin panas. Belum juga selesai kita menikmati pagi hari nan indah, hawa panas telah menyengat tubuh dan merenggut nikmat pagi kita. Saat kita keluar dari rumah di siang hari, udara yang kita hirup sungguh menyesakkan dada ditambah terik matahari yang membakar ubun-ubun kepala kita. Fenomena ini belum ada apa-apanya dibandingkan dengan di negara lain. Di Cina, ribuan orang merenggang nyawa akibat gelombang panas yang Rahasia di Balik Peperangan, Kehancuran dan Kiamat menyerang tiap tahunnya.

Cuaca sekarang juga tidak lagi bersahabat dengan manusia. Kelakuan cuaca makin aneh. Dulu kita belajar bahwa bulan-bulan yang berakhiran ber seperti oktober, november, desember pastilah menandakan sudah waktunya musim hujan tiba. Tapi sekarang rumusan itu tidak berlaku. Coba saja lihat, bulan juli pun yang seharusnya musim kemarau, hujan lebat sudah mengguyur dimana-mana.

Jika kita rajin membaca koran, pasti familiar dengan beritaberita tentang tanah longsor yang menewaskan penduduk di suatu daerah serta banjir yang silih berganti menghampiri kota-kota yang
ada di Indonesia; mulai dari kota terbesar jakarta sampai desa kecil di pedalaman Sumatra Utara. Belum lagi gagal panen yang dirasakan petani di Jawa Tengah. Atau nelayan yang tidak bisa lagi melaut karena laut sudah tidak mau lagi memberikan mereka ikan segar.

Kita pastinya juga pernah dengar (keterlaluan jika kita tidak pernah mendengar) cerita mengenai saudara-saudara kita di Papua yang kehilangan tempat tinggal mereka dan tempat sakral mereka karena ada perusahaan asing beroperasi disana. Alasan keberadaan perusahaan asing itu katanya bertujuan baik yakni untuk membantu pemasukan bagi pemerintah meski ternyata dana pemasukan tersebut
tidak pernah sampai ke rakyat miskin.

Jika kita sering memperhatikan berita-berita internasional, kita akan mengetahui dengan pasti tentang konflik yang terjadi di Darfur, daerah di selatan Sudan. Konflik disana telah menewaskan lebih
dari dua ratus ribu Muslim Sudan. Selain konflik di Darfur, kita harusnya tahu(dengan catatan, rajin membaca berita internasional) bahwa di Afrika tiap hari terdapat jutaan anak kecil meninggal karena
tidak mendapatkan akses terhadap makanan dan minuman. Parahnya lagi, bahkan ada yang rela jadi kanibal hanya sekedar untuk mengisi perutnya yang sudah kosong melempem. Menyongsong Akhir dari Masa Depan

Setelah membaca fakta-fakta diatas, mari kita pertanyakan: “memang apa sih hubungan antara satu fenomena dengan fenomena lainnya diatas?” Kita tidak sadar, bila ternyata keseluruhan fenomena-fenomena diatas (di mana Umat Islam yang paling banyak menjadi korban) berhubungan erat dengan satu permasalahan fundamental yang selalu diabaikan oleh umat Islam. Satu permasalahan yang bahkan umat Islam sendiri tidak sadar bahwa itulah permasalahan utama yang harus diselesaikan. Alih-alih sadar dengan permasalahan tersebut, banyak Umat Islam yang tidak peduli dengan masalah-masalah ini bahkan menempatkannya pada level prioritas terakhir dari segala prioritas isu yang ingin diperjuangkan.

Mungkin kita semua akan tertawa bila ternyata seluruh permasalahan di atas berkaitan erat dengan masalah pengrusakkan lingkungan yang pelan tapi pasti sedang menggerogoti tempat tinggal kita. Kenyataannya itulah yang sedang terjadi sekarang. Keseluruhan derita yang dihadapi oleh Umat Islam sekarang disebabkan ketidakmampuan kita menjaga alam dan melestarikannya. Inilah Kiamat yang sedang kita hadapi walaupun mungkin bagi sebagian orang, fenomena-fenomena ini bukanlah kiamat namun hanya masalah sepele belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar