Selain permasalahan air sungai, air
laut pun ternyata menyimpan permasalahan bagi manusia. Meski tidak langsung
dapat diminum oleh manusia, air laut memiliki banyak fungsi bagi kehidupan manusia.
Salah satu fungsi laut adalah sebagai penghasil ikan terbesar (atau tepatnya,
tempat yang diberkahi ikan paling banyak) bagi manusia. Kalau ada masalah
terhadap laut, maka manusia jugalah yang akan mengalami kerugian.
Jika sungai hanya menghadapi satu
permasalahan yakni pencemaran, maka laut memiliki dua permasalahan. Pertama tentunya
masalah pencemaran. Yang kedua adalah penangkapan ikan besar-besaran atau
bahasa yang sering digunakna oleh ilmuwan yakni overfishing. Alangkah
baiknya bila kita membahas masalah penangkapan ikan besar-besaran ini terlebih
dahulu sebelum masuk dalam permasalahan pencemaran laut.
Overfishing....
Give a man a fish, and he can eat for a day. But teach a man how
to fish, and he’ll be dead of mercury poisoning inside of three years.
Charles Haas
Ikan merupakan sumber utama protein
bagi umat manusia. Karena itulah, penangkapan ikan merupakan sebuah keniscayaan
agar protein tersebut terpenuhi. Meski jumlah ikan paling banyak terdapat di perairan
negara-negara berkembang seperti Indonesia, kenyataannya bukan negara-negara
berkembang seperti Indonesia yang paling banyak mengkonsumsi ikan. Fakta
membuktikan negara-negara majulah yang ternyata paling banyak yang mengkonsumsi
Ikan terutama negara yang bernama Jepang. Menurut data yang dilansir FAO,
selama empat puluh tahun terakhir, konsumsi ikan naik dari 20 juta ton pada
tahun 1950 menjadi 90 juta ton pada tahun 1994. Pada tahun 2008, total konsumsi
ikan telah mencapai 107 juta ton.
Banyak dari kita yang tidak menyadari
bahwa jumlah ikan juga ada terbatas meski terlihat tidak pernah ada habisnya
meski ditangkap terus-menerus. Banyak ahli biologi laut memperkirakan bahwa
ekploitasi besar-besaran sumber daya ikan oleh manusia telah mencapai garis
batas aman eksploitasi. Bila laju ekploitasi semakin meningkat dan melebihi
garis batas tersebut, yang terjadi adalah semakin berkurangnya jumlah ikan di
laut. Menurut perhitungan ahli biologi laut, batas jumlah ekploitasi ikan di
laut tidak boleh melebihi 100 juta ton. Bila ekpsloitasi manusia atas ikan di
laut melebihi angka tersebut, niscaya jumlah ikan yang ada akan semakin berkurang.
Lambat laun, tentu pada akhirnya ikan menjadi punah. Ikan yang banyak pun
juga bisa punah? Kenyataan yang mengerikan. Selama masih banyak orang
serakah di muka bumi ini, apa pun yang ada di dunia ini bisa hancur dan punah.
Ekploitasi besar-besaran terhadap ikan
laut ini bukan dilakukan oleh nelayan tradisional yang buat membeli solar untuk
berpergian ke laut saja susah.. Ekploitasi ikan laut yang berlebihan biasanya dilakukan
oleh kapal-kapal penangkap ikan yang besar dan canggih dan biasanya dimiliki
oleh nelayan-nelayan negara maju seperti Jepang. Sekali saja mereka melaut, ribuan
ton ikan akan tertangkap oleh jaring-jaring kapal mereka. Tak jarang, karena
ekploitasi kapalkapal besar ini, nelayan-nelayan tradisional turut menjadi
korban karena tidak mendapatkan jatah ikan di laut.
Fenomena eksploitasi tanpa ampun yang
dilakukan oleh kapalkapal besar bermuatan ratusan ton inilah yang disebut
sebagai overfishing. Nelayan di Pelabuhan Ratu tidak mungkin bisa
melakukan overfishing. Tentu yang melakukannya adalah
pengusaha-pengusaha ikan yang memiliki teknologi untuk melakukan eksploitasi
tiada henti tersebut.
Tidak terbayangkan betapa parahnya overfishing
ini. Ikan yangibarat kata tidak terhitung jumlahnya di laut, dapat terancam
habis karena adanya overfishing. Kalau maju jujur, nelayan-nelayan yang sering
melakukan overfishing adalah nelayan-nelayan dari Jepang. Dengan
kapal-kapal nelayan mereka yang seperti kapal tanker, nelayan Jepang menangkap
ikan di perairan mana saja yang bisa mereka tempuh. Bahkan sampai ke laut
sekitar kutub selatan pun mereka datangi. Kadang-kadang, di perairan Indonesia,
kapal-kapal Jepang tanpa rasa hormat mengambil ikan-ikan kita. Alhasil, Jepang yang
jumlah penduduknya tidak lebih dari 5% populasi dunia menjadi mengkonsumsi
mayoritas ikan yang ada di laut. Sedangkan negara-negara lain seperti di Afrika
tidak dapat mencicipi lezatnya ikan laut yang segar.
Teman-teman tentu sudah menonton Happy
Feet kan? Cerita tentang seorang pinguin muda bernama Mumble yang mencoba mencari
tahu kenapa ikan pada hilang di Imperium Pinguin. Menurut Mumble bahaya
kelaparan sedang dihadapi oleh imperium penguin karena ada “alien” yang telah
mengambil ikan-ikan di wilayah imperium Pinguin. Tapi para sesepuh pinguin
tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Mumble. Menurut mereka ikan
menjadi sangat jarang di imperium pinguin disebabkan ketidaktaatan Mumble terhadap
tradisi di Imperium Pinguin. Tradisi di Imperium Pinguin mengharuskan setiap pinguin
harus bisa menyanyi, sedangkan Mumble tidak bisa menyanyi. Meski tidak bisa
menyanyi, Mumble jago sekali menari-sesuatu yang dianggap tabu oleh para
sesepuh pinguin.
Dimotivasi oleh keinginan kuat untuk
membuktikan bahwa memang ada “alien” yang mengambil ikan-ikan di imperium
pinguin, Mumble bersama teman-temannya menjelajah sampai ke pinggiran benua
antartika-benua dimana Imperium Pinguin berada. Di pinggiran benua antartika,
akhirnya mereka benar-benar menemukan sebuah kapal besar yang dengan jaring
besarnya, menangkap puluhan ribu ikan hanya dengan sekali melempar jaring.
Mumble telah menemukan si “Alien” yang tak lain adalah manusia.
Overfishing yang dilakukan manusia membuat spesies penguin terancam
kelaparan. Di akhir cerita, berkat usaha dan jerih payah Mumble dalam
bertualang ke negeri para “alien”, akhirnya manusia baru paham bahwa penangkapan
ikan besar-besaran di sekitar antartika telah mengancam ratusan ribu pinguin
yang tinggal di Antartika. Dunia yang dalam hal ini diwakili PBB pun akhirnya melarang
penangkapan ikan di antartika pun akhirnya dilarang. Imperium pinguin kembali
dipenuhi dengan keceriaan.
Film Happy Feet di atas
menceritakan bagaimana manusia digambarkan sebagai “alien” yang menjadi pembawa
masalah bagi para pinguin. Para “alien” ini dengan semena-mena telah merampas sebanyak
mungkin ikan yang ada di lautan antartika. Padahal yang perlu ikan tidak cuma
manusia, pinguin pun perlu juga perlu ikan. Tapi tampaknya, manusia tidak peduli
akan hal itu. Selama manusia bisa menikmati alam sendirian, buat apa berbagi
dengan makhluk lain. Wong sesama manusia saja, terkadang manusia yang
lebih beruntung tidak mau memberi kepada yang jauh lebih tidak beruntung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar