Kamis, 29 Desember 2016

Masalah Laut



Selain permasalahan air sungai, air laut pun ternyata menyimpan permasalahan bagi manusia. Meski tidak langsung dapat diminum oleh manusia, air laut memiliki banyak fungsi bagi kehidupan manusia. Salah satu fungsi laut adalah sebagai penghasil ikan terbesar (atau tepatnya, tempat yang diberkahi ikan paling banyak) bagi manusia. Kalau ada masalah terhadap laut, maka manusia jugalah yang akan mengalami kerugian.

Jika sungai hanya menghadapi satu permasalahan yakni pencemaran, maka laut memiliki dua permasalahan. Pertama tentunya masalah pencemaran. Yang kedua adalah penangkapan ikan besar-besaran atau bahasa yang sering digunakna oleh ilmuwan yakni overfishing. Alangkah baiknya bila kita membahas masalah penangkapan ikan besar-besaran ini terlebih dahulu sebelum masuk dalam permasalahan pencemaran laut.

Overfishing....
Give a man a fish, and he can eat for a day. But teach a man how to fish, and he’ll be dead of mercury poisoning inside of three years.
Charles Haas

Ikan merupakan sumber utama protein bagi umat manusia. Karena itulah, penangkapan ikan merupakan sebuah keniscayaan agar protein tersebut terpenuhi. Meski jumlah ikan paling banyak terdapat di perairan negara-negara berkembang seperti Indonesia, kenyataannya bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia yang paling banyak mengkonsumsi ikan. Fakta membuktikan negara-negara majulah yang ternyata paling banyak yang mengkonsumsi Ikan terutama negara yang bernama Jepang. Menurut data yang dilansir FAO, selama empat puluh tahun terakhir, konsumsi ikan naik dari 20 juta ton pada tahun 1950 menjadi 90 juta ton pada tahun 1994. Pada tahun 2008, total konsumsi ikan telah mencapai 107 juta ton.

Banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa jumlah ikan juga ada terbatas meski terlihat tidak pernah ada habisnya meski ditangkap terus-menerus. Banyak ahli biologi laut memperkirakan bahwa ekploitasi besar-besaran sumber daya ikan oleh manusia telah mencapai garis batas aman eksploitasi. Bila laju ekploitasi semakin meningkat dan melebihi garis batas tersebut, yang terjadi adalah semakin berkurangnya jumlah ikan di laut. Menurut perhitungan ahli biologi laut, batas jumlah ekploitasi ikan di laut tidak boleh melebihi 100 juta ton. Bila ekpsloitasi manusia atas ikan di laut melebihi angka tersebut, niscaya jumlah ikan yang ada akan semakin berkurang. Lambat laun, tentu pada akhirnya ikan menjadi punah. Ikan yang banyak pun juga bisa punah? Kenyataan yang mengerikan. Selama masih banyak orang serakah di muka bumi ini, apa pun yang ada di dunia ini bisa hancur dan punah.

Ekploitasi besar-besaran terhadap ikan laut ini bukan dilakukan oleh nelayan tradisional yang buat membeli solar untuk berpergian ke laut saja susah.. Ekploitasi ikan laut yang berlebihan biasanya dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan yang besar dan canggih dan biasanya dimiliki oleh nelayan-nelayan negara maju seperti Jepang. Sekali saja mereka melaut, ribuan ton ikan akan tertangkap oleh jaring-jaring kapal mereka. Tak jarang, karena ekploitasi kapalkapal besar ini, nelayan-nelayan tradisional turut menjadi korban karena tidak mendapatkan jatah ikan di laut.

Fenomena eksploitasi tanpa ampun yang dilakukan oleh kapalkapal besar bermuatan ratusan ton inilah yang disebut sebagai overfishing. Nelayan di Pelabuhan Ratu tidak mungkin bisa melakukan overfishing. Tentu yang melakukannya adalah pengusaha-pengusaha ikan yang memiliki teknologi untuk melakukan eksploitasi tiada henti tersebut.

Tidak terbayangkan betapa parahnya overfishing ini. Ikan yangibarat kata tidak terhitung jumlahnya di laut, dapat terancam habis karena adanya overfishing. Kalau maju jujur, nelayan-nelayan yang sering melakukan overfishing adalah nelayan-nelayan dari Jepang. Dengan kapal-kapal nelayan mereka yang seperti kapal tanker, nelayan Jepang menangkap ikan di perairan mana saja yang bisa mereka tempuh. Bahkan sampai ke laut sekitar kutub selatan pun mereka datangi. Kadang-kadang, di perairan Indonesia, kapal-kapal Jepang tanpa rasa hormat mengambil ikan-ikan kita. Alhasil, Jepang yang jumlah penduduknya tidak lebih dari 5% populasi dunia menjadi mengkonsumsi mayoritas ikan yang ada di laut. Sedangkan negara-negara lain seperti di Afrika tidak dapat mencicipi lezatnya ikan laut yang segar.

Teman-teman tentu sudah menonton Happy Feet kan? Cerita tentang seorang pinguin muda bernama Mumble yang mencoba mencari tahu kenapa ikan pada hilang di Imperium Pinguin. Menurut Mumble bahaya kelaparan sedang dihadapi oleh imperium penguin karena ada “alien” yang telah mengambil ikan-ikan di wilayah imperium Pinguin. Tapi para sesepuh pinguin tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Mumble. Menurut mereka ikan menjadi sangat jarang di imperium pinguin disebabkan ketidaktaatan Mumble terhadap tradisi di Imperium Pinguin. Tradisi di Imperium Pinguin mengharuskan setiap pinguin harus bisa menyanyi, sedangkan Mumble tidak bisa menyanyi. Meski tidak bisa menyanyi, Mumble jago sekali menari-sesuatu yang dianggap tabu oleh para sesepuh pinguin.

Dimotivasi oleh keinginan kuat untuk membuktikan bahwa memang ada “alien” yang mengambil ikan-ikan di imperium pinguin, Mumble bersama teman-temannya menjelajah sampai ke pinggiran benua antartika-benua dimana Imperium Pinguin berada. Di pinggiran benua antartika, akhirnya mereka benar-benar menemukan sebuah kapal besar yang dengan jaring besarnya, menangkap puluhan ribu ikan hanya dengan sekali melempar jaring. Mumble telah menemukan si “Alien” yang tak lain adalah manusia.

Overfishing yang dilakukan manusia membuat spesies penguin terancam kelaparan. Di akhir cerita, berkat usaha dan jerih payah Mumble dalam bertualang ke negeri para “alien”, akhirnya manusia baru paham bahwa penangkapan ikan besar-besaran di sekitar antartika telah mengancam ratusan ribu pinguin yang tinggal di Antartika. Dunia yang dalam hal ini diwakili PBB pun akhirnya melarang penangkapan ikan di antartika pun akhirnya dilarang. Imperium pinguin kembali dipenuhi dengan keceriaan.

Film Happy Feet di atas menceritakan bagaimana manusia digambarkan sebagai “alien” yang menjadi pembawa masalah bagi para pinguin. Para “alien” ini dengan semena-mena telah merampas sebanyak mungkin ikan yang ada di lautan antartika. Padahal yang perlu ikan tidak cuma manusia, pinguin pun perlu juga perlu ikan. Tapi tampaknya, manusia tidak peduli akan hal itu. Selama manusia bisa menikmati alam sendirian, buat apa berbagi dengan makhluk lain. Wong sesama manusia saja, terkadang manusia yang lebih beruntung tidak mau memberi kepada yang jauh lebih tidak beruntung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar