Kamis, 29 Desember 2016

Pemanasan Global dan Sektor Pertanian



Selain berdampak kepada pencairan es di kutub, pemanasan global juga berdampak terhadap sektor pertanian. Salah seorang peneliti bernama Fischer pada tahun 1994 menemukan fakta bahwa setiap peningkatan dua kali lipat gas CO2 yang ada di atmasofer akan mengakibatkan lima persen lahan pertanian jadi tidak dapat digunakan lagi. Badan PBB yang mengurusi masalah pertanian, Food and Agricultural Organization (FAO) menemukan bahwa tiga per empat lahan bumi tidak cocok untuk ditanami. Ada tanah yang lokasinya terlalu dingin (13%), ada yang terlalu kering (27%), ada yang terlalu terjal, dan ada yang memang tidak subur (40%). Dari 80 % tanah yang potensial untuk diberdayakan untuk dijadikan lahan pertanian terletak di Amerika Selatan dan Sub-Sahara Afrika. Kenapa Asia tidak dimasukkan? Karena lahan pertanian di Asia sudah dipakai semua untuk pertanian. Selain itu tanah-tanah subur di Asia sudah dijadikan kota-kota besar karena penduduk Asia makin lama semakin banyak. Singkat kata, di Asia, sudah tidak ada lagi lahan potensial untuk pertanian.

Masalahnya adalah, lahan yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian yang ada di Amerika Selatan dan Sub-Sahara Afrika tersebut, jadi tidak layak lagi disebut potensial karena terjadinya perubahan iklim. Dan pada saat yang bersamaan, lahan-lahan pertanian yang sudah ada juga semakin menurun kualitas produksinya juga gara-gara perubahan iklim. Dua fenomena diatas ditambah dengan fenomena membludaknya penduduk bumi menggiring bumi menghadapi krisis pangan di masa mendatang.

Belum lagi akibat pemanasan global, banyak tumbuh-tumbuhan yang sensitif terhadap perubahan iklim tidak bisa tumbuh dengan baik. Belum lagi, kekeringan yang melanda akibat pemanasan global akan sangat berdampak terhadap kesuburan tanah. Yang paling parah dari dari itu semua adalah bencana kekurangan air. Di beberapa halaman sebelumnya telah dijelaskan bagaimana pemanasan global membuat permukaan air laut semakin tinggi. Artinya air akan
menjadi semakin banyak.

Lantas kenapa bisa terjadi kekurangan air? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari dengarkan penjelasan berikut ini. Sebenarnya pemanasan global tidak akan membuat kita kehabisan air. Malah karena pemanasan global jumlah air semakin banyak. Tapi jumlah air yang semakin banyak itu tidak dapat diminum karena jenis airnya adalah air laut alias air asin. Sedangkan air tanah yang biasa kita minum sehari-hari jumlahnya semakin sedikit. Menipisnya air tanah disebabkan oleh pemanasan global yang membuat penguapan menjadi lebih banyak. Jadilah manusia berada dalam kondisi dimana air begitu melimpah tapi semakin sedikit yang dapat diminum.

Itu pun belum cukup, perubahan iklim yang diakibatkan pemanasan global membuat beberapa daerah tidak pernah mengalami hujan sehingga tidak ada pasokan air yang biasanya setiap tahun datang untuk mengisi pori-pori dibawah lapisan bumi. Ini juga masih belum cukup. Aktivitas manusia yang berlebihan juga telah membuat sumber air tanah mengalami pencemaran.

Dengan adanya fenomena kelangkaan air ini, banyak orang yang mencoba mengambil kesempatan dalam kesempitan. Orang-orang ini menyatakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh inefisiensi negara  dalam mengelola sumber-sumber air sehingga cara yang paling mudah adalah melakukan privatisasi agar air jadi mahal biar orang pada tidak buang-buang air seenaknya. Kalau seperti ini yang mengambil keuntungan tentu perusahaan pengelola air swasta yang akan mendapat pasokan laba dari hasil penjualan air saja. Padahal jelas, pemanasan global dan perubahan iklim lah sumber segala permasalahaan dari kelangkaan air di dunia dan bukan inefisiensi negara dalam mengelola air.

Di beberapa daerah, kelangkaan air bahkan bertendensi mengarah kepada terjadinya konflik yang dapat berujung pada kondisi perang. Fenomena ini disebut oleh beberapa ahli sebagai Water Wars. Timur-Tengah, Asia Tengah, dan Afrika adalah daerah-daerah yang rawan
terjadinya konflik akibat kelangkaan air (mengenai masalah ini akan dibahas sedetail-detailnya di chapter 5).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar