Sabtu, 24 Desember 2016

Mengapa Ada Kejahatan dalam Kehidupan?



Terdapat satu pandangan tentang kehidupan dan kejahatan yang mempersoalkan tentang mengapa ada kejahatan dalam kehidupan di dunia ini, padahal ada Allah yang mahabaik dan mahakuasa. Sebuah naskah klasik dari Epikuros (341-270 SM) membuat inti sari masalah itu dengan baik sebagai berikut:
Allah mau meniadakan kejahatan tetapi tidak dapat, maka Ia tidak berdaya. Hal ini tidak ditemukan pada Allah.
”Saya tidak akan berpanjang-panjang, tetapi saya akan berbicara sekeras dan segigih mungkin. Kejahatan ada, ini sebuah fakta. Dengan membabi buta ia membabat baik yang tak bersalah maupun yang bersalah. Ia menimpa anak-anak. Itu saja. Itu cukup. Masalahnya telah beres. Tak ada apapun atau seorang pun yang akan membebaskan Allah dari derita seorang anak kecil yang tak bersalah; betul, tidak ada selain fakta bahwa Ia tidak ada.”
Menurut Leahy (1993,274-5), terhadap keberatan tersebut bahwa:
a.       Kebaikan ada, maka Allah ada. Argumen ini memiliki kedaulatan yang lebih tinggi dari pada kejahatan ada maka Allah tidak ada, karena adalah pasti bahwa kebaikan tidak dapat dimengerti tanpa adanya Allah. Tetapi tidak pasti bahwa kejahatan tidak dapat dimengerti dengan adanya Allah. Kejahatan merupakan suatu yang dapat saja terdapat di dalam suatu ciptaan. Dalam pengertian bahwa karena ciptaan itu terbatas/tidak sempurna maka dapat saja terjadi bahwa ada kejahatan, yang bersumber dari ciptaan yang terbatas tersebut. Untuk lebih jelasnya Leahy mengajak untuk mengamati ciptaan dari dua aspeknya sebagai dunia material dan sebagai dunia manusia. Dunia material ini, di mana muncul berturut-turut makhluk-makhluk hidup dan manusia, adalah himpunan yang berbeda-beda dan bermacam-macam, dan yang asing satu terhadap yang lain maka dunia material mengandung kemungkian untuk berbenturan. Semakin berkembang perasaan dan kesadaran dalam makhluk hidup itu, semakin besar pula kemampuannya menderita.

b.      Materi mempunyai hukum-hukumnya sendiri dan mempunyai resistensi terhadap tindakan manusia. Manusia hanya dapat menguasainya dengan suatu usaha dan karya yang gigih serta menyakitkan.

c.       Manusia berdasarkan konstitusi-hayatinya adalah makhluk bernyawa, terbatas, lemah, mudah terluka, dari kodratnya ia tidak luput dari keausan dan keusangan serta kematian.

d.      Dalam keadaan demikian Allah dituntut untuk campur tangan dalam ciptaan-Nya, akan tetapi perlu disadari pula bahwa Allah juga menghormati ciptaanNya beserta hukum-hukumnya. Allah telah menciptakan manusia dengan inteligensi dan kebebasannya tetapi sekaligus di situ terkandung kemungkinan munculnya kejahatan moral. Misalnya karena kebebasannya manusia justru memilih melakukan perang ketimbang menciptakan kedamaian.

e.       Fakta hidup-berdampingannya banyak individu yang berbeda satu sama lain itu sendiri sudah sewajarnya membawa serta banyak kesempatan terjadinya konflik. Apalagi dengan masuknya kebebasan kemungkinan konflik tidak dapat bertambah besar. Dalam sebuah dunia yang dihuni oleh individu-individu yang bebas dan tidak sempurna, selalu ada kemungkinan untuk berusaha mewujudkan diri dengan melupakan, mengabaikan atau menolak individu lain, dan juga selalu ada godaan untuk menguasai pihak-pihak yang paling lemah. Dari situlah asalnya resiko munculnya egoisme, kekerasan, segala macam ketidakadilan, pada setiap tingkatan hubungan antar manusia.

f.       Oleh karena kebebasannya manusia dipanggil untuk berhubungan dengan Allah. Namun kemungkinan semacam itu juga mengandung kemungkinan penolakan. Allah tidak mau dan tidak dapat memaksa ciptaanNya untuk mengasihiNya. Allah menghendaki kebaikan, tetapi muncullah kejahatan. Satu-satunya cara untuk mengatasi kontradiksi ini ialah dengan memahami bahwa dengan menghendaki kebaikan itu, Allah tidak dapat tidak memungkinkan kejahatan, itu bukan berarti bahwa kejahatan memang benar-benar dikehendakiNya. Kemungkinan inilah yang menjadi nyata dalam terjadinya suatu kejahatan yang sebenarnya tidak dikehendaki Allah tetapi yang mau tidak mau diizinkanNya karena Ia menghendaki suatu kebaikan yang mau tidak mau mengandung kemungkinan kejahatan itu...

Sumber: Linus K. Palindangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar