Rasulullah
melarang jual beli, yang dilakukan dengan cara yang buruk, mendatangkan
madharat (bahaya) bagi orang lain, serta mengambil harta seseorang dengan cara
yang bathil. Berikut beberapa transaksi perniagaan atau jual beli yang
dilarang.
1.
Jika akad jual beli itu menyulitkan
ibadah, misalnya
mengambil waktu shalat.
Seorang pedagang sibuk dengan jual beli sampai terlambat melakukan shalat
jama’ah di masjid, baik tertinggal seluruh shalat atau masbuq. Berniaga yang
sampai melalaikan seperti ini dilarang.
Hai
orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari
Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. [Al Jumu’ah
:9-10].
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. [Al
Munafiqun:9].
Perhatikanlah firman Allah Azza wa Jalla “maka mereka itulah
orang-orang yang rugi”. Allah menyatakan mereka mengalami kerugian, meskipun
mereka kaya, berhasil mengumpulkan banyak harta dan memiliki banyak anak.
Sesungguhnya harta dan anak-anak mereka tidak akan bisa menggantikan dzikir
yang terlewatkan.
Seorang pedagang akan meraih keuntungan yang hakiki, jika
mampu meraih dua kebaikan, yaitu memadukan antara mencari rezeki dengan ibadah
kepada Allah Azza wa Jalla. Melangsungkan akad jual beli pada waktunya, dan
menghadiri shalat pada waktunya.
Maka mintalah rezeki itu di sisi
Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepadaNya. [Al Ankabut :17]
Apabila telah ditunaikan shalat,
maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah. [Al Jumu’ah
:10].
Jadi, perniagaan itu ada dua, yaitu perniagaan dunia dan
akhirat. Perniagaan dunia menggunakan harta dan usaha. Sedangkan perniagaan
akhirat menggunakan amal shalih.
Hai orang-orang yang beriman,
sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari
adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad
di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu
mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke
tempat tinggal yang baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan
(ada lagi) karunia lain yang kamu sukai, (yaitu) pertolongan dari Allah dan
kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang beriman. [Ash Shaf :10-13].
Seandainya seseorang melakukan
ibadah, shalat, dzikir dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya, niscaya Allah
membukakan pintu rezeki baginya. Dan perintahkanlah kepada keluargamu
mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta
rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik)
itu adalah bagi orang yang bertaqwa. [Thaha :132].
Shalat yang dianggap oleh sebagian
orang sebagai penghalang mencari rezeki, ternyata sebaliknya, ia bisa membuka
pintu rezeki, kemudahan dan barakah. Jika engkau berdzikir dan beribadah kepada
Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan memberikan kemudahan dan membukakan pintu
rezeki buatmu, dan Allah adalah sebaik-baik Pemberi rezeki. [Al Jumu’ah :11].
Bertasbih kepada Allah di
masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut namaNya di
dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan
oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan
shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi goncang. [An Nur : 36-37].
Ketika menafsirkan ayat ini, sebagian ulama salaf
mengatakan, orang-orang mukmin itu melakukan akad jual beli. Jika salah seorang
di antara mereka mendengar adzan, sedangkan timbangan masih ada di tangannya,
maka dia akan menurunkan timbangan itu dan pergi mengerjakan shalat.
Kesimpulannya, jika jual beli menghalangi seseorang dari
shalat, maka hal itu termasuk jual beli yang dilarang, bathil dan hasilnya
haram.
2.
Di antara jual beli yang dilarang
dalam Islam, yaitu menjual barang yang diharamkan. Jika Allah sudah mengharamkan
sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu
yang terlarang dalam agama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung. Barangsiapa yang menjual
bangkai, maksudnya daging hewan yang tidak disembelih dengan cara yang syar’i,
ini berarti ia telah menjual bangkai dan memakan hasil yang haram.
Begitu juga hukum menjual khamr. Khamer, maksudnya segala
yang bisa memabukkan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
:
Semua yang memabukkan itu adalah
khamr, dan semua khamr itu haram.
Sesungguhnya Allah melaknat khamr,
pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, peminum, pemakan
hasil penjualannya, pembawanya, orang yang minta dibawakan serta penuangnya.
[HR Tirmidzi dan Ibnu Majah].
Termasuk dalam masalah ini, bahkan lebih berat lagi
hukumnya, yaitu menjual narkoba, ganja, opium dan jenis obat-obat psikotropika
lainnya yang merebak pada saat ini. Orang yang menjualnya dan orang yang
menawarkannya adalah mujrim (pelaku keriminal). Karena narkoba merupakan
senjata pemusnah bagi manusia. Jadi orang yag menjual narkoba, melariskannya
serta para pendukungnya terkena laknat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Hasil penjualannya merupakan harta haram. Orang yang membuatnya laris
berhak dijatuhi hukuman mati, karena ia termasuk pelaku kerusakan di muka bumi.
3. Di
antara jual beli yang dilarang ialah, menjual gambar.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang berjualan ashnam, maksudnya ialah gambar. Pada dasarnya ashnam itu
adalah gambar patung, baik patung khayalan, burung, binatang ternak atau
manusia. Semua gambar makhluk yang bernyawa itu, haram untuk dijual dan hasil
penjualannya juga haram. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat para
pelukis dan memberitahukan, mereka adalah manusia yang paling berat siksanya
pada hari Kiamat nanti. Begitu juga, tidak boleh menjual majalah-majalah yang
bergambar, terutama yang memuat gambar-gambar cabul. Gambar, disamping
diharamkan, ia juga menebar fitnah. Karena tabiat seorang manusia, jika melihat
gambar atau photo gadis cantik yang menampakkan sebagian kecantikan atau
sebagian anggota tubuhnya, biasanya akan membangkitkan syahwatnya, yang kadang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan keji dan tindakan kriminal.
Begitulah yang diinginkan setan yang
berwujud jin dan manusia dengan menebarkan dan memperjual-belikan gambar ini.
Apatah lagi menjual film porno atau video yang berisi gambar-gambar wanita
telanjang serta berperilaku bejat dan keji.
Gambar-gambar inilah yang telah menfitnah (menipu) banyak
wanita dan para pemuda serta membuat mereka menyukai perbuatan keji. Film-film
seperti ini tidak boleh dijual, bahkan wajib atas seorang muslim untuk
mencegah, memusnahkan dan menyingkirkannya dari tengah-tengah kaum muslimin.
Orang yang membuka tempat untuk menjual film porno (cabul), berarti telah
membuka tempat untuk bermaksiat dan mengusahakan harta haram, dan mengundang
murka Allah. Bahkan ia berarti telah membuka tempat fitnah dan tempat mangkal
bagi setan.
4.
Termasuk jual beli yang dilarang
ialah, menjual barang yang dimanfaatkan oleh pembeli untuk sesuatu yang haram. Jika seorang penjual mengetahui
dengan pasti, bahwa si pembeli akan menggunakan barang yang dibelinya untuk
sesuatu yang diharamkan, maka akad jual beli ini hukumnya haram dan bathil.
Jual beli seperti ini termasuk tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan
permusuhan.
Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. [Al Maidah :2].
Misalnya seseorang yang membeli anggur atau kurma untuk
membuat khamr, membeli senjata untuk membunuh seorang muslim, menjual senjata
kepada perampok, para pemberontak atau kepada pelaku kerusakan. Begitu juga
hukum menjual barang kepada seseorang yang diketahui akan menggunakannya untuk
mendukung sesuatu yang diharamkan Allah, atau mengunakan barang itu untuk
sesuatu yang haram, maka seorang pembeli seperti ini tidak boleh dilayani.
5.
Termasuk jual beli yang dilarang,
yaitu menjual barang yang tidak ia miliki.
Misalnya, seorang pembeli datang
kepada seorang pedagang mencari barang tertentu. Sedangkan barang yang dicari
tersebut tidak ada pada pedagang itu. Kemudian antara pedagang dan pembeli
saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar
sekarang ataupun nanti, sementara itu barang belum menjadi hak milik pedagang atau
si penjual. Pedagang tadi kemudian pergi membeli barang dimaksud dan
menyerahkan kepada si pembeli.
Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang
menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang
belum menjadi miliknya, jika barang yang diinginkan itu sudah ditentukan. Dan
termasuk menjual hutang dengan hutang, jika barang yang diinginkan tidak jelas
harganya dibayar di belakang.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang cara
berjual beli seperti ini. Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama
Hakim bin Hazam Radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin
membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian
aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”.
Jangan menjual sesuatu yang tidak
ada padamu. [HR Tirmidzi].
Demikian ini menunjukkan adanya larangan yang tegas, bahwa
seseorang tidak boleh menjual sesuatu kecuali telah dimiliki sebelum akad, baik
dijual cash ataupun tempo. Masalah ini tidak boleh diremehkan. Pedagang yang
hendak menjual sesuatu kepada seseorang, hendaknya dia menjamin keberadaan
barangnya di tempatnya atau di tokonya, gudangnya, show roomnya atau di toko
bukunya. Kemudian jika ada orang yang mau membelinya, dia bisa menjualnya cash
atau tempo.
6.
Termasuk jual beli yang dilarang
ialah, jual beli secara‘inah. Apakah maksud jual beli dengan inah itu? Yaitu engkau
menjual suatu barang kepada seseorang dengan pembayaran tempo (bayar di
belakang), kemudian engkau membeli barang itu lagi (dari pembeli tadi) dengan
harga yang lebih murah, tetapi dengan pembayaran kontan yang engkau serahkan
kepada pembeli. Ketika sudah sampai tempo pembayaran, engkau minta dia membayar
penuh (sesuai dengan harga yang kita berikan saat dia membeli barang pada kita,
Pent.).
Ini disebut jual beli ‘inah (benda), karena benda yang
dijual kembali lagi kepada si pedagang semula. Ini adalah haram. Karena hanya
bersifat untuk menyiasati riba. Seakan engkau menjual dirham sekarang dengan
beberapa dirham di masa yang akan datang, lalu engkau jadikan barang tadi
sebagai alat untuk menyiasati riba.
Jika engkau memberikan hutang kepada seseorang dengan
menyerahkan barang dagangan dengan pembayaran tempo, seharusnya engkau
membiarkan orang tadi menjual barang tersebut kepada orang selain engkau, atau
membiarkan dia berbuat apa saja atas barang tersebut, disimpan atau dijual
kepada orang lain jika dia memang membutuhkan uang.
Jika kalian melakukan jual beli
dengan cara ‘inah, dan kalian telah memegang ekor sapi, dan kalin rela dengan
bercocok tanam, Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Allah Azza wa
Jalla tidak akan mengangkatnya sampai kalian kembali kepada agama kalian. [HR
Abu Dawud dan memiliki beberapa penguat].
7.
Di antara jual beli yang terlarang,
yaitu najasy (menawar harga tinggi untuk menipu pengunjung lainnya). Misalnya, dalam suatu transaksi
atau pelelangan, ada penawaran atas suatu barang dengan harga tertentu,
kemudian ada seseorang yang menaikkan harga tawarnya, padahal ia tidak berniat
untuk membelinya. Dia hanya ingin menaikkan harganya untuk memancing pengunjung
lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik orang ini bekerjasama dengan
penjual ataupun tidak.
Orang yang menaikkan harga, padahal tidak berminat untuk
membelinya telah melanggar larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sebagaimana dalam sabdanya :
Janganlah kalian melakukan jual beli
najasy
Orang yang tidak berminat membeli dan tidak tertarik pada
suatu barang, hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikkan harga. Biarkan
para pengunjung (pembeli) yang berminat untuk saling tawar-menawar sesuai harga
yang diinginkan.
Mungkin ada sebagian orang yang kasihan kepada si penjual,
kemudian ia bermaksud membantu agar si penjual kian bertambah keuntungannya,
sehingga ia menambahkan harga. Menurutnya, yang ia lakukan akan menguntungkan
penjual. Atau ada kesepakatan antara si penjual dengan beberapa kawannya untuk
menaikkan harga barang. Harapannya, agar pembeli yang datang menawar dengan
harga yang lebih tinggi. Ini juga termasuk najasy dan juga haram, mengandung
unsur penipuan dan mengambil harta dengan cara bathil.
Termasuk jual beli najasy –sebagaimana disebutkan oleh ulama
ahli fikih- yaitu perkataan seorang penjual “aku telah membeli barang ini
dengan harga sekian”, padahal dia berbohong. Tujuannya untuk menipu para
pembeli agar membelinya dengan harga tinggi. Atau perkataan penjual “aku
berikan barang ini dengan harga sekian”, atau perkataan “barang ini dihargai
sekian”, padahal dia berbohong. Dia hendak menipu para pengunjung agar menawar
dengan harga lebih tinggi dari harga palsu yang dilontarkannya. Ini juga
termasuk najasy yang dilarang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Termasuk perbuatan khianat, menipu dan perbuatan bohong yang akan dihisab di
hadapan Allah Azza wa Jalla.
Para pedagang wajib menjelaskan harga sebenarnya jika
ditanya oleh pembeli “anda membelinya dengan harga berapa?” Beritahukan harga
yang sebenarnya. Jangan dijawab “barang ini dijual kepada saya dengan harga
sekian”, padahal dia berbohong.
Termasuk dalam masalah ini, yaitu jika seorang pedagang di
pasar atau pemilik toko sepakat tidak akan menaikkan harga tawar, jika ada
penjual yang datang menawarkan barang, agar penjual terpaksa menjualnya dengan
harga murah. Dalam hal ini, mereka melakukan kerjasama. Ini juga termasuk
najasy dan mengambil harta manusia dengan cara haram.
8. Diantara
jual beli yang dilarang ialah, seorang muslim melakukan akad jual beli di atas
akad saudaranya.
Janganlah sebagian di antara kalian
berjualan di atas jualan sebagian.
Misalnya, seseorang mencari barang, dan dia membelinya dari
seorang pedagang. Lalu pedagang ini memberikan hak pilih (jadi atau tidak)
kepada si pembeli dalam tempo selama dua atau tiga hari atau lebih. Pada masa-masa
ini, tidak boleh ada pedagang lain yang masuk dan mengatakan kepada si pembeli
tadi “tinggalkan barang ini, dan saya akan memberikan barang sejenis dengan
kwalitas yang lebih baik dan harga lebih murah”. Penawaran seperti ini
merupakan perbuatan haram, karena berjualan di atas akad jual beli saudaranya.
Selama penjual memberikan hak pilih kepada calon pembeli,
maka biarkanlah calon pembeli berpikir, jangan ikut campur. Jika calon pembeli
mau, ia bisa melanjutkan akad jual beli atau membatalkan akad. Jika akadnya
sudah rusak dengan sendirinya, maka engkau boleh menawarkan barang kepadanya.
Begitu juga membeli di atas pembelian saudaranya, hukumnya
haram. Misalnya, jika ada seseorang mendatangi pedagang hendak membeli suatu
barang dengan harga tertentu, lalu dia memberikan hak pilih kepada pedagang
(jadi dijual atau tidak) selama beberapa waktu. Maka selama masa memilih ini,
tidak boleh ada orang lain ikut campur, pergi ke pedagang seraya mengatakan
“saya akan membeli barang ini darimu dengan harga yang lebih tinggi dari
tawaran si fulan”. Demikian ini merupakan perbuatan haram. Karena dalam
perbuatan ini tersimpan banyak madharat bagi kaum muslimin, pelanggaran hak-hak
kaum muslimin, menyakitkan hati mereka. Karena jika orang ini mengetahui bahwa
engkau ikut campur dan merusak akad antara dia dengan pembeli atau penjual, dia
akan merasa marah, dongkol dan benci. Bahkan mungkin dia mendoakan keburukkan
bagimu, karena engkau telah menzhaliminya.
9.
Di antara jual beli yang dilarang
ialah, menjual dengan cara menipu. Engkau menipu saudaramu dengan cara menjual barang yang
engkau ketahui cacat tanpa menjelaskan cacat kepadanya. Jual beli seperti ini
tidak boleh, karena mengandung unsur penipuan dan pemalsuan. Para penjual
seharusnya memberitahukan kepada pembeli, jika barang yang hendak dijual
tersebut dalam keadaan cacat. Kalau tidak menjelaskan, berarti ia terkena
ancaman Rasulullah n dalam sabdanya :
Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum
berpisah. Jika keduanya jujur, niscaya keduanya akan diberikan barakah pada
jual beli mereka.Jika keduanya berbohong dan menyembunyikan (cacat barang),
niscaya barakah jual beli mereka dihapus.
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melewati seorang pedagang di pasar. Di samping pedagang tersebut terdapat
seonggok makanan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasukkan tangannya
yang mulia ke dalam makanan itu, dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
merasakan ada sesuatu yang basah di bagian bawah makanan. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada pedagang: “Apa ini, wahai
pedagang?” Orang itu menjawab: “Makanan itu terkena air hujan, wahai Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam !” kemudian Rasulullah bersabda: “Mengapa engkau
tidak menaruhnya di atas, agar bisa diketahui oleh pembeli? Barangsiapa yang
menipu kami, maka dia tidak termasuk golongan kami”.
Hadits yang mulia ini sebagai salah satu kaidah dalam
muamalah jual beli dengan sesama muslim. Tidak sepantasnya bagi seorang muslim
menyembunyikan aib barangnya. Jika ada aibnya, seharusnya diperlihatkan,
sehingga si pembeli bisa mengetahui dan mau membeli barang dengan harga yang
sesuai dengan kadar cacatnya, bukan membelinya dengan harga barang bagus.
Betapa banyak kasus penipuan yang dapat kita lihat sekarang.
Betapa banyak orang yang menyembunyikan aib suatu barang dengan menaruhnya di
bagian bawah, dan menaruh yang baik di bagian atas, baik sayur mayur atau
makanan lainnya. Ini dilakukan dengan sengaja. Ini adalah perbuatan khianat.
Sumber: Syaikh Shalih Al Fauzan bin Fauzan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar