Merujuk
pada penalaran di atas, kaum optimis, yang beragama dan malah anti agama,
sama-sama berpendapat bahwa hidup ini cukup berharga, karena mengandung makna
dan tujuan. Tapi persoalan yang muncul selanjutnya adalah makna yang mana dan
tujuan yang mana ? Artinya, selain ada masalah makna dan tujuan hidup, juga
tidak kurang pentingnya, ialah persoalan nilai makna dan tujuan hidup itu. Dan,
karena nyatanya hamper setiap orang merasa mempunyai tujuan hidup, maka mungkin
persoalan nilai makna dan tujuan hidup itu sendiri justru lebih penting.
Dengan
kata lain, sebagaimana diungkap terdahulu, persoalan pokok manusia bukanlah
menyadarkan bahwa hidup mereka bermakna dan bertujuan, tapi bagaimana
mengarahkan mereka untuk menempuh hidup dengan memilih makna dan tujuan yang benar
dan baik. Tanpa bermaksud meloncat kepada kesimpulan secara arbitrer, agama,
adalah sistem pandangan hidup yang menawarkan makna dan tujuan hidup yang benar
dan baik.
Agama
memainkan peran penting dalam kehidupan banyak orang. Kadang-kadang agama
kelihatan absurd, kadang-kadang menjadi "semacam teladan tantang apa yang
sebaiknya dilakukan manusia" dalam kehidupan mereka. Akan tetapi agama
juga membuat pikiran kita terpusat pada masalahmasalah besar dan
masalah-masalah yang ditimbulkan agama itu sendiri, seperti kesengsaraan dan
ragam pemikiran. Dan telah menjadi kenyataan bahwa Mta hidup di atas dunia di
mana manusia menjadi bagian darinya. Waktu dan kematian tidak membawa kebaikan
apa-apa terhadap diri orang yang telah baik. Agamalah yang menafsirkan kehidupan
dan kematian orang ke dalam bahasa-bahasa simbolis.
Agama
dalam pandangan teologi adalah bersumber dari wahyu yang berasal dari Tuhan
sendiri yang diturunkan kepada manusia ke dunia bersamasama dengan penciptaan
manusia pertama, yaitu Adam yang sekaligus menjadi Nabi yang pertama. Dalam
perspektif antropologis, sosiologis, historis, dan psikologis, evolusi agama
adalah suatu fenomena sosial, kultural dan spiritual. Yaitu dari agama primitif
(primitif religion) atau agama alam (natural religion) menuju
bentuk yang lebih sempurna (politeisme-monoteisme) yang kita jumpai sekarang.
Agama
berlandaskan pada konsep yang suci (sacred), bukan pada dunia (profane).
Agama berlandaskan pada yang gaib (supernatural), bukan pada hukum-hukum
alamiah (natural). Agama berisikan ajaran-ajaran kebenaran tertinggi dan
mutlak tentang eksistensi manusia agar dapat hidup selamat di dunia dan
akhirat, yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhannya, beradab, dan
menjalankan aktiviats sesuai dengan petunjuk agama, tidak seperti cara-cara
hidup hewan atau makhluk gaib yang jahat.
Agama
sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian inti dari sistem-sistem nilai
yang ada dalam kebudayaan dan masyarakat yang bersangkutan dan menjadi
pendorong, penggerak, dan pengontrol berbagai tindakan-tindakan anggota
masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan
dan ajaran agamanya. Jika pengaruh ajaran-ajaran agama itu sangat kuat terhadap
sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat, maka sistem-sistem
nilai kebudayaan tersebut akan terwujud sebagai simbol-simbol suci yang
maknanya bersumber kepada ajaran-ajaran agama yang menjadi kerangka acuannya.
Dalam keadaan demikian, secara langsung atau tidak langsung, etos yang menjadi
pedoman eksistensi dan kegiatan berbagai pranata yang ada dalam masyarakat
dipengaruhi, digerakkan, dan dirahkan oleh berbagai sistem nilai yang sumbernya
adalah agama yang dianutnya. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan warga
masyarakat tersebut merupakan tindakan-tindakan dan karya-karya yang dibingkai
oleh simbol-simbol suci.
Agama
merupakan simbol keyakinan yang melibatkan emosi-emosi dan pemikiran-pemikiran
yang bersifat pribadi dan diwujudkan dalam tindakantindakan keagamaan. Agama
apa pun tidak akan dapat menghindarkan diri dari nilai-nilai esoterik yang
diyakini secara ruhaniyah oleh para penganutnya sebagai "kebenaran"
paling otentik dan mutiak yang dapat menyelamatkannya dari segala penderitaan
lahir batin.
Melalui
agama, manusia yang beriman akan senantiasa merasakan manisnya iman (kalawah
al-iman) dan ketenangan jiwa (al-sakinak) serta kebahagiaan (al-sa'adah)
karena terpenuhinya "fttrah" essensial ruhaniyah manusia
dalam mengakui adanya kekuasaan yang Maha Kuasa di luar dirinya. Manisnya iman,
kebahagiaan, dan ketenangan jiwa tidak akan diperoleh kecuali oleh orang-orang
yang benar-benar menghayati dan mengamalkan Ajaran-ajaran agamanya secara murni
dan konsekuen. Namun karena klaim kebenaran, maka muncullah kekerasan dan
konflik-konflik antar umat beragama yang mewariskan permusuhan yang turun
temurun. Konsekuensi logisnya adalah hancurnya peradaban manusia yang telah
dibangun sejak waktu yang lama. Kebenaran yang ditawarkan oleh orang lain, pada
akhirnya, akan dianggap salah dan bukan merupakan kebenaran dan keselamata,
yang dalam bahasa agamanya disebut kafir, musyrik, dan kegelapan.
Kritus
adalah kebenaran dan kehadiran bagi orang Kristen, yaitu satusatunya keahdiran
Tuhan yang benar. Sebaliknya bagi orang-orang Islam, Nabi Muhammad saw. adalah
kehadiran dari kebenaran, dalam arti Nabi sajalah yang menghadirkan kebenaran
murni atau menyeluruh. Bagi orang Islam, kebenaran dari yang mutiak itulah yang
menyelamatkan. Dengan demikian, mereka (orang Islam) cenderung mengecilkan atau
menilai rendah dalam segala aspek dan unsur kehadiran dalam agama Kristen.
Sedangkan bagi orang Kristen, kehadiran itulah yang memiliki kemampuan
penyelamat. Oleh karena itulah, mereka cenderung merendahkan atau menolak setiap
jenis pemikiran platonisme, yaitu setiap pandangan kebenaran yang membebaskan.
Antropolog
Clifford Geertz, berpendapat bahwa agama membentuk konsep-konsep tentang
tatanan seluruh eksistensi. Agama mencoba memberikan penjelasan hidup-mati dan
memberikan keterangan tentang dunia. Maksud agama bukan ditujukan untuk
menyatakan tentang persoalan hidup sehari-hari, melainkan terpusat pada makna
final (ultimate meaning), suatu tujuan pasti bagi dunia. Jika agama telah
kacau maka yang akan terjadi chaas dalam seluruh tatanan kehidupan.
Agama akan memperlihatkan jati dirinya ketika manusia secara intelektual
menghadapi masalah yang tidak dapat dimengerti, menghadapi penderitaan yang
tidak dapat dihindari secara moral, atau menemukan kejahatan di mana-mana yang
tidak dapat mereka terima. Pada momen-momen seperti inilah agama akan jelas
terlihat, walaupun terkadang bertentangan dengan kenyataan.
Pada
dasarnya agama merupakan sumber nilai positif yang digunakan sebagai petunjuk
masyarakat dalam mengatur kehidupannya. Agama adalah pandangan umum bagi dunia,
makhluk-makhluk yang ada dan umat manusia.
Orang-orang
Barat yang sejak lama meninggalkan agama, pada akhirnya sadar akan kepentingan
agama untuk mendapatkan ketenangan hidup. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern
ternyata tidak membawa kedamaian justru melahirkan kekacauan-keakcauan dalam
semua lini kehidupan. Keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan dan lahirnya
agama tidak dapat dibendung oleh kekuatan apa pun di dunia ini. Karena manusia adalah
makhluk spiritual dan memiliki fitrah ruhaniyah, maka jika mereka meninggalkan
agama, pada hakikatnya selalu risau dan rindu untuk bertemu dengan penguasa
manusia Yang Maha Kuasa.
Sumber:
Andewi Suhartini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar