Sabtu, 24 Desember 2016

Posisi Agama di Tengah Problem Makna Hidup



Merujuk pada penalaran di atas, kaum optimis, yang beragama dan malah anti agama, sama-sama berpendapat bahwa hidup ini cukup berharga, karena mengandung makna dan tujuan. Tapi persoalan yang muncul selanjutnya adalah makna yang mana dan tujuan yang mana ? Artinya, selain ada masalah makna dan tujuan hidup, juga tidak kurang pentingnya, ialah persoalan nilai makna dan tujuan hidup itu. Dan, karena nyatanya hamper setiap orang merasa mempunyai tujuan hidup, maka mungkin persoalan nilai makna dan tujuan hidup itu sendiri justru lebih penting.
Dengan kata lain, sebagaimana diungkap terdahulu, persoalan pokok manusia bukanlah menyadarkan bahwa hidup mereka bermakna dan bertujuan, tapi bagaimana mengarahkan mereka untuk menempuh hidup dengan memilih makna dan tujuan yang benar dan baik. Tanpa bermaksud meloncat kepada kesimpulan secara arbitrer, agama, adalah sistem pandangan hidup yang menawarkan makna dan tujuan hidup yang benar dan baik.
Agama memainkan peran penting dalam kehidupan banyak orang. Kadang-kadang agama kelihatan absurd, kadang-kadang menjadi "semacam teladan tantang apa yang sebaiknya dilakukan manusia" dalam kehidupan mereka. Akan tetapi agama juga membuat pikiran kita terpusat pada masalahmasalah besar dan masalah-masalah yang ditimbulkan agama itu sendiri, seperti kesengsaraan dan ragam pemikiran. Dan telah menjadi kenyataan bahwa Mta hidup di atas dunia di mana manusia menjadi bagian darinya. Waktu dan kematian tidak membawa kebaikan apa-apa terhadap diri orang yang telah baik. Agamalah yang menafsirkan kehidupan dan kematian orang ke dalam bahasa-bahasa simbolis.
Agama dalam pandangan teologi adalah bersumber dari wahyu yang berasal dari Tuhan sendiri yang diturunkan kepada manusia ke dunia bersamasama dengan penciptaan manusia pertama, yaitu Adam yang sekaligus menjadi Nabi yang pertama. Dalam perspektif antropologis, sosiologis, historis, dan psikologis, evolusi agama adalah suatu fenomena sosial, kultural dan spiritual. Yaitu dari agama primitif (primitif religion) atau agama alam (natural religion) menuju bentuk yang lebih sempurna (politeisme-monoteisme) yang kita  jumpai sekarang.
Agama berlandaskan pada konsep yang suci (sacred), bukan pada dunia (profane). Agama berlandaskan pada yang gaib (supernatural), bukan pada hukum-hukum alamiah (natural). Agama berisikan ajaran-ajaran kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia agar dapat hidup selamat di dunia dan akhirat, yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhannya, beradab, dan menjalankan aktiviats sesuai dengan petunjuk agama, tidak seperti cara-cara hidup hewan atau makhluk gaib yang jahat.
Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dan masyarakat yang bersangkutan dan menjadi pendorong, penggerak, dan pengontrol berbagai tindakan-tindakan anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya. Jika pengaruh ajaran-ajaran agama itu sangat kuat terhadap sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat, maka sistem-sistem nilai kebudayaan tersebut akan terwujud sebagai simbol-simbol suci yang maknanya bersumber kepada ajaran-ajaran agama yang menjadi kerangka acuannya. Dalam keadaan demikian, secara langsung atau tidak langsung, etos yang menjadi pedoman eksistensi dan kegiatan berbagai pranata yang ada dalam masyarakat dipengaruhi, digerakkan, dan dirahkan oleh berbagai sistem nilai yang sumbernya adalah agama yang dianutnya. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan warga masyarakat tersebut merupakan tindakan-tindakan dan karya-karya yang dibingkai oleh simbol-simbol suci.
Agama merupakan simbol keyakinan yang melibatkan emosi-emosi dan pemikiran-pemikiran yang bersifat pribadi dan diwujudkan dalam tindakantindakan keagamaan. Agama apa pun tidak akan dapat menghindarkan diri dari nilai-nilai esoterik yang diyakini secara ruhaniyah oleh para penganutnya sebagai "kebenaran" paling otentik dan mutiak yang dapat menyelamatkannya dari segala penderitaan lahir batin.
Melalui agama, manusia yang beriman akan senantiasa merasakan manisnya iman (kalawah al-iman) dan ketenangan jiwa (al-sakinak) serta kebahagiaan (al-sa'adah) karena terpenuhinya "fttrah" essensial ruhaniyah manusia dalam mengakui adanya kekuasaan yang Maha Kuasa di luar dirinya. Manisnya iman, kebahagiaan, dan ketenangan jiwa tidak akan diperoleh kecuali oleh orang-orang yang benar-benar menghayati dan mengamalkan Ajaran-ajaran agamanya secara murni dan konsekuen. Namun karena klaim kebenaran, maka muncullah kekerasan dan konflik-konflik antar umat beragama yang mewariskan permusuhan yang turun temurun. Konsekuensi logisnya adalah hancurnya peradaban manusia yang telah dibangun sejak waktu yang lama. Kebenaran yang ditawarkan oleh orang lain, pada akhirnya, akan dianggap salah dan bukan merupakan kebenaran dan keselamata, yang dalam bahasa agamanya disebut kafir, musyrik, dan kegelapan.
Kritus adalah kebenaran dan kehadiran bagi orang Kristen, yaitu satusatunya keahdiran Tuhan yang benar. Sebaliknya bagi orang-orang Islam, Nabi Muhammad saw. adalah kehadiran dari kebenaran, dalam arti Nabi sajalah yang menghadirkan kebenaran murni atau menyeluruh. Bagi orang Islam, kebenaran dari yang mutiak itulah yang menyelamatkan. Dengan demikian, mereka (orang Islam) cenderung mengecilkan atau menilai rendah dalam segala aspek dan unsur kehadiran dalam agama Kristen. Sedangkan bagi orang Kristen, kehadiran itulah yang memiliki kemampuan penyelamat. Oleh karena itulah, mereka cenderung merendahkan atau menolak setiap jenis pemikiran platonisme, yaitu setiap pandangan kebenaran yang membebaskan.
Antropolog Clifford Geertz, berpendapat bahwa agama membentuk konsep-konsep tentang tatanan seluruh eksistensi. Agama mencoba memberikan penjelasan hidup-mati dan memberikan keterangan tentang dunia. Maksud agama bukan ditujukan untuk menyatakan tentang persoalan hidup sehari-hari, melainkan terpusat pada makna final (ultimate meaning), suatu tujuan pasti bagi dunia. Jika agama telah kacau maka yang akan terjadi chaas dalam seluruh tatanan kehidupan. Agama akan memperlihatkan jati dirinya ketika manusia secara intelektual menghadapi masalah yang tidak dapat dimengerti, menghadapi penderitaan yang tidak dapat dihindari secara moral, atau menemukan kejahatan di mana-mana yang tidak dapat mereka terima. Pada momen-momen seperti inilah agama akan jelas terlihat, walaupun terkadang bertentangan dengan kenyataan.
Pada dasarnya agama merupakan sumber nilai positif yang digunakan sebagai petunjuk masyarakat dalam mengatur kehidupannya. Agama adalah pandangan umum bagi dunia, makhluk-makhluk yang ada dan umat manusia.
Orang-orang Barat yang sejak lama meninggalkan agama, pada akhirnya sadar akan kepentingan agama untuk mendapatkan ketenangan hidup. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern ternyata tidak membawa kedamaian justru melahirkan kekacauan-keakcauan dalam semua lini kehidupan. Keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan dan lahirnya agama tidak dapat dibendung oleh kekuatan apa pun di dunia ini. Karena manusia adalah makhluk spiritual dan memiliki fitrah ruhaniyah, maka jika mereka meninggalkan agama, pada hakikatnya selalu risau dan rindu untuk bertemu dengan penguasa manusia Yang Maha Kuasa.
Sumber: Andewi Suhartini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar