Sabtu, 24 Desember 2016

Apakah Makna Hidup bagi Kita?



Sebagaimana diisyaratkan di atas bahwa jawaban atas pertanyaan tentang "apa makna kehidupan" tidak memperoleh jawaban tunggal. Hal ini disebabkan karena keyakinan setiap orang tumbuh dalam lingkup moral yang berbeda. Ada yang menyatakan bahwa makna kehidupan terletak pada persahabatan dan keindahan alam dan seni, seperti G.E. Moore. Ada yang berpendapat bahwa makna kehidupan terletak pada integritas moral dan kasih sayang. Ada pula yang menyatakan satu-satunya hal terpenting dalam kehidupan ini adalah nikmat ragawi, khususnya makan, seperti pendapat Sardanapallus. Lalu, dalam pencarian kita akan makna kehidupan apakah kita akan mengatakan bahwa ke tiga pandangan yang berbeda-beda ini dapat dijadikan pegangan ?
Sepintas lalu kita mungkin akan tergoda untuk mengiayakan. Dan jika ini terjadi, itu berarti kita juga harus menyadari bahwa ketika kita mengatakan telah mengetahul raakna kehidupan dengan bepegang pada pendapat di atas, pada saat itu juga kita sepakat bahwa pertanyaan tentang apa itu makna kehidupan tidak memperoleh jawaban yang tunggal. Karena kita tahu bahwa keyakinan Mta itu tumbuh dalam lingkup moral kita sendiri dan orang lain memiliki lingkup moral mereka sendiri pula, sekalipun kita menganggapnya salah.
Di antara kita, menurut penuturan Karl Britton, mungkin ada yang meyakini bahwa makna kehidupan telah ditentukan oleh satu kekuatan di luar diri kita jauh sebelum kita mulai menjalani hidup ini. Bisa jadi kekuatan tersebut adalah apa yang diyakini sebagai Tuhan Yang Maha Suci yang telah menitahkan tujuan hidup sebelum manusia tercipta dan Dialah yang membimbing manusia dalam mencapai tujuan tersebut. Namun masalah yang muncul adalah, tatkala kita mengerti bahwa tujuan hidup yang telah ditentukan tadilah yang menjelaskan tentang adal mula kita dan kemana tujuan kita, kita kemudian tetap akan menggerutu, :Kalau begitu, hidup yang kita jalani ini tetap tidak punya arti". Sebab tujuannya telah ditentukan dan tidak bisa diganggu gugat. Sepertinya tujuan tersebut sulit dicapai dan malah mengekang jiwa kita. Hidup sepertinya menjadi semacam kerja paksa. Diri kita ini ditakdirkan untuk berjuang mencapai sebuah tujuan yang tidak diketahui apa nilainya. Sebaliknya, melarikan diri dari kerja paksa tersebut kelihatannya juga sulit atau malah mustahil sama sekali. Dengan demikian, eksistensi kita di muka bumi sama sekali tidak berarti.
Atau barangkali pertanyaan berkaitan dengan dua masalah lain secara bersamaan, yaitu (1) apakah tujuan hidup ini telah dititahkan sebelumnya oleh alam, Tuhan, atau kekuatan selain diri saya ? dan (2) apakah tujuan yang telah ditentukan itu dapat dipandang sebagai tujuan yang punya makna demi dirinya sendiri -tujuan yang mesti diikuti tanpa dapat membantah ?
Menurut penuturan Karl Britton, kebanyakan manusia terlalu ngotot membicarakan yang pertama dari dua masalah di atas. Mereka tidak serta merta menerima bahwa kehidupan ini dengan sendirinya dapat memperlihatkan mana tujuan yang bermanfaat dan bagaimana kita dapat meraihnya.

Hal ini terjadi karena :
Pertama, karena memang tidak ada kebulatan suara manusia tentang apa tujuan hidup ini sesungguhnya. Dalam perdebatan "tujuan akhir kehidupan", seolah-olah kita memang akan mencapai sebuah kesepakatan. Dikutsertakannya Tuhan dalam masalah ini tidak dimaksudkan untuk memberi jalan keluar yang paling tepat, namun Dia "ditempatkan" sebagai standar absolut terhadap apa pun jawaban yang akan ditemukan. Dan, hal ini akan berbeda dengan pandangan yang tidak menetapkan standar apa pun dalam menentukan apa sesungguhnya yang bermakna dalam kehidupan ini.
Kedua, karena manusia kadang-kadang merasa seakan dituntun ke arah satu keyakinan, maka dia pun akan dituntun kepada sesuatu yang bermanfaat. Artinya, mereka tidak dapat menjelaskan kenapa mereka berkeyakinan seperti itu dan tidak memilih alternatif yang lain. Seakan-akan dengan jawaban yang datang dari luar ini semua masalah yang mucul setiap hari dapat diselesaikan dan setiap sanggahan dapat dipatahkan.
Ketiija, menggantungkan diri pada satu tujuan yang akan mewarnai seluruh kehidupan kita, berarti melibatkan diri ke dalam satu petualangan dan hal ini memerlukan kepercayaan diri. Saat keraguan datang dalam petualangan ini, orang bisa berujan "Saya tidak akan menerima tujuan yang diberikan ini sarapai saya benar-benar dapat membuktikan hahwa saya memiliki kesempatan untuk meraihnya. Oleh sebab itu, alam, dunia dan lain sebagainya harus mendukung saya agar sukses meneapainya. Pendapat semacam ini berusaha menentukan apa sebenarnya yang kita harapkan.
Sumber: Andewi Suhartini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar