Kamis, 29 Desember 2016

Dampak Pemanasan Global di Negara Muslim



Bangladesh, Maladewa, dan Mesir Menurut laporan yang dikeluarkan IPCC, besar kemungkinan pada tahun 2050 air laut akan meningkat 30-50 cm dari ketinggiannya yang sekarang. Pada tahun 2100 diperkirakan tinggi air laut akan meningkat lebih dari satu meter. Kenaikan air laut ini akan banyak membuat daerah-daerah padat penduduk di wilayah pesisir terancam tenggelam. Kalau tidak tenggelam, paling tidak banyak kota-kota padat penduduk (yang diatas satu juta orang) akan mengalami kebanjiran karena banyak kota-kota besar di dunia yang berada di tepi pantai (contohnya saja Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Makassar). Selain itu, masuknya air laut ke daratan akibat naiknya permukaan air laut juga akan menyebabkan semakin banyaknya air tanah (ground water) yang tersalinisasi (menjadi asin). Yang paling parah tentunya adalah ancaman hilangnya sepertiga lahan pertanian di seluruh dunia akibat naiknya permukaan air laut.

UNEP melaporkan bahwa terdapat beberapa negara yang akan sangat terancam dengan adanya pemanasan Global, Perubahan Iklim, kehilangan keanekaragaman hayati dan Deforestasi. Ada beberapa negara muslim yang terdapat dalam laporan tersebut, diantaranya adalah Maladewa, Bangladesh, Mesir, dan siapa lagi kalau bukan Indonesia.

Maladewa adalah negara kepulauan yang terdiri dari 1.190 pulau-pulau kecil yang tidak lebih dari dua meter tinggi setiap pulaunya dari permukaan laut. Jika menggunakan perhitungannya IPCC, kepulauan Maladewa akan tenggelam seluruhnya pada tahun 2200. Apakah ramalan ini benar? Jika hitungan IPCC menyebutkan bahwa tahun 2100 permukaan air laut naik satu meter, tentu baru pada tahun 2200 permukaan air laut naik menjadi dua meter. Tapi hitung-hitungan ini tidak sepenuhnya berlaku.

Ingat, perubahan iklim juga menyebabkan badai siklon yang sangat besar. Pada tahun 1987 saja, angin siklon yang menghantam Maladewa membuat bandara internasional Maladewa digenangi oleh air. Angin siklon yang terus-menerus akan menyebabkan kenaikan air laut setinggi dua meter atau bahkan lebih tiap tahunnya. Selain itu, dampak dari banjir temporer akibat badai siklon juga akan menyebabkan Maladewa tidak layak huni karena air tanahnya menjadi asin, dan pertaniannya menjadi tidak produktif. alhasil, tidak perlu menunggu sampai tahun 2200 untuk bisa menyaksikan Maladewa tenggelam seluruhnya. Bisa saja dalam beberapa dekade ke depan, sebuah angina siklon besar akan langsung menenggelamkan Maladewa dalam sekali sapu.

Bila dipikir-pikir, lebih dari 24% emisi gas CO2 di seluruh dunia disumbangkan secara suka rela oleh Amerika Serikat. Sedangkan Maladewa, sebuah negara kecil di Samudera Indonesia tidak lebih dari 0.001% kontribusinya terhadap emisi gas CO2. Namun, bukannya Amerika Serikat yang akan tenggelam lebih dulu, melainkan Maladewa lah yang menjadi korban pertama dari 24% emisi gas yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.

Negara muslim lain yang tampaknya akan paling menderita akibat perubahan iklim tak lain adalah Bangladesh. Hampir lima puluh persen wilayah Bangladesh memiliki rata-rata ketinggian di bawah lima meter. Di daerah seperti inilah, 150 juta manusia tinggal. Coba kita baca koran di musim hujan. Pasti berita internasionalnya selalu ada ulasan mengenai banjir besar-besaran yang melanda Bangladesh. Tidak tanggung-tanggung, setiap tahun, Bangladesh mengalami dua kali banjir yang sangat dahsyat.

Faktor paling signifikan yang mengakibatkan terjadinya banjir di Bangladesh bukanlah faktor mampetnya selokan, tapi lebih disebabkan oleh faktor perubahan iklim. Pada tahun 1988, Bangladesh merasakan badai terburuk yang pernah mereka alami. Badai tersebut membuat lebih dari 75 % wilayah Bangladesh terendam air dan lebih dari 25 juta rakyatnya kehilangan rumah mereka (pada waktu itu 25 juta itu seperempat penduduk Bangladesh lho). Kejadian di Bangladesh ini, selain karena badai muson yang muncul, juga disebabkan oleh deforestasi besar-besaran yang terjadi pada hutan-hutan di Bangladesh dan melelehnya salju di Pengunungan Himalaya. Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan banjir besar di Bangladesh, ketiga-tiganya adalah akibat dari kerusakan alam.

Selain tahun 1988, pada tahun 1971 dan 1991, Bangladesh juga mengalami badai angin muson. Rata-rata korban jiwa akibat banjir yang terjadi di Bangladesh adalah seratus ribu sampai lima ratus ribu korban jiwa. Hingga sekarang, banjir besar masih sering melanda Bangladesh. Kalau ditotal, telah ada jutaan nyawa rakyat Bangladesh yang menjadi korban dari bencana banjir.

Akibat Pemanasan Global, Bangladesh juga akan menderita kerugian besar dari sektor pertaniannya. Bayangkan saja, kenaikan satu meter permukaan air laut akan berimbas kepada hilangnya enam belas persen wilayah Bangladesh atau setara dengan empat belas persen wilayah pertanian Bangladesh. Sekarang saja, Bangladesh menghasilkan 400.000 ton sayur-sayuran, 200.000 ton gula, dan 3.7 juta hewan ternak. Seluruh yang dihasilkan oleh Bangladesh di atas akan berkurang 14% di masa depan akibat kenaikan air laut.

Tidak cuma itu, pada tahun 2050, diperkirakan empat puluh juta penduduk Bangladesh yang tinggal di daerah delta sungai akan kehilangan tempat tinggal mereka dan lebih dari 18% wilayah daratan Bangladesh akan menjadi daerah perairan. Hal ini akan menghancurkan 10.300 jembatan, 200.000 km jalan dan tentunya akan membuat rakyat Bangladesh menjadi rakyat termiskin di dunia (data dari UNICEF).

Implikasi sosialnya sudah jelas sekali, akan terjadi pengungsian besar-besaran dari Bangladesh ke negara-negara tetangganya. Migrasi ini terjadi karena sudah tidak ada tempat tinggal yang layak bagi penduduk Bangladesh untuk tinggal di wilayah Bangladesh sendiri. Rakyat Bangladesh mau tidak mau harus mengungsi ke negara tetangganya seperti Myanmar dan India atau mungkin Pakistan.

Hampir sama dengan Bangladesh, Mesir juga negara potensial yang akan menjadi korban dari kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global. Lebih dari 90% wilayah Mesir adalah negara dengan kondisi tanah berupa gurun pasir. Kenyataan ini membuat mayoritas penduduk Mesir tinggal di dataran sepanjang Sungai Nil. Adanya kenaikan air laut akibat pemanasan global akan membuat daerah delta Sungai Nil yang dihuni begitu banyak penduduk Mesir akan turut naik juga. Dampaknya jelas, akan banyak kota-kota besar Mesir yang mengalami banjir terus-menerus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar