Bangladesh, Maladewa, dan Mesir Menurut
laporan yang dikeluarkan IPCC, besar kemungkinan pada tahun 2050 air laut akan
meningkat 30-50 cm dari ketinggiannya yang sekarang. Pada tahun 2100
diperkirakan tinggi air laut akan meningkat lebih dari satu meter. Kenaikan air
laut ini akan banyak membuat daerah-daerah padat penduduk di wilayah pesisir
terancam tenggelam. Kalau tidak tenggelam, paling tidak banyak kota-kota padat
penduduk (yang diatas satu juta orang) akan mengalami kebanjiran karena banyak
kota-kota besar di dunia yang berada di tepi pantai (contohnya saja Jakarta,
Surabaya, Semarang, dan Makassar). Selain itu, masuknya air laut ke daratan
akibat naiknya permukaan air laut juga akan menyebabkan semakin banyaknya air
tanah (ground water) yang tersalinisasi (menjadi asin). Yang paling
parah tentunya adalah ancaman hilangnya sepertiga lahan pertanian di seluruh
dunia akibat naiknya permukaan air laut.
UNEP melaporkan bahwa terdapat
beberapa negara yang akan sangat terancam dengan adanya pemanasan Global,
Perubahan Iklim, kehilangan keanekaragaman hayati dan Deforestasi. Ada beberapa
negara muslim yang terdapat dalam laporan tersebut, diantaranya adalah
Maladewa, Bangladesh, Mesir, dan siapa lagi kalau bukan Indonesia.
Maladewa adalah negara kepulauan yang
terdiri dari 1.190 pulau-pulau kecil yang tidak lebih dari dua meter tinggi
setiap pulaunya dari permukaan laut. Jika menggunakan perhitungannya IPCC,
kepulauan Maladewa akan tenggelam seluruhnya pada tahun 2200. Apakah ramalan
ini benar? Jika hitungan IPCC menyebutkan bahwa tahun 2100 permukaan air laut
naik satu meter, tentu baru pada tahun 2200 permukaan air laut naik menjadi dua
meter. Tapi hitung-hitungan ini tidak sepenuhnya berlaku.
Ingat, perubahan iklim juga
menyebabkan badai siklon yang sangat besar. Pada tahun 1987 saja, angin siklon yang
menghantam Maladewa membuat bandara internasional Maladewa digenangi oleh air.
Angin siklon yang terus-menerus akan menyebabkan kenaikan air laut setinggi dua
meter atau bahkan lebih tiap tahunnya. Selain itu, dampak dari banjir temporer
akibat badai siklon juga akan menyebabkan Maladewa tidak layak huni karena air
tanahnya menjadi asin, dan pertaniannya menjadi tidak produktif. alhasil, tidak
perlu menunggu sampai tahun 2200 untuk bisa menyaksikan Maladewa tenggelam seluruhnya.
Bisa saja dalam beberapa dekade ke depan, sebuah angina siklon besar akan
langsung menenggelamkan Maladewa dalam sekali sapu.
Bila dipikir-pikir, lebih dari 24%
emisi gas CO2 di seluruh dunia disumbangkan secara suka rela oleh Amerika
Serikat. Sedangkan Maladewa, sebuah negara kecil di Samudera Indonesia tidak
lebih dari 0.001% kontribusinya terhadap emisi gas CO2. Namun, bukannya Amerika
Serikat yang akan tenggelam lebih dulu, melainkan Maladewa lah yang menjadi
korban pertama dari 24% emisi gas yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.
Negara muslim lain yang tampaknya akan
paling menderita akibat perubahan iklim tak lain adalah Bangladesh. Hampir lima
puluh persen wilayah Bangladesh memiliki rata-rata ketinggian di bawah lima
meter. Di daerah seperti inilah, 150 juta manusia tinggal. Coba kita baca koran
di musim hujan. Pasti berita internasionalnya selalu ada ulasan mengenai banjir
besar-besaran yang melanda Bangladesh. Tidak tanggung-tanggung, setiap tahun,
Bangladesh mengalami dua kali banjir yang sangat dahsyat.
Faktor paling signifikan yang mengakibatkan
terjadinya banjir di Bangladesh bukanlah faktor mampetnya selokan, tapi lebih disebabkan
oleh faktor perubahan iklim. Pada tahun 1988, Bangladesh merasakan badai terburuk
yang pernah mereka alami. Badai tersebut membuat lebih dari 75 % wilayah
Bangladesh terendam air dan lebih dari 25 juta rakyatnya kehilangan rumah mereka
(pada waktu itu 25 juta itu seperempat penduduk Bangladesh lho). Kejadian di
Bangladesh ini, selain karena badai muson yang muncul, juga disebabkan oleh
deforestasi besar-besaran yang terjadi pada hutan-hutan di Bangladesh dan
melelehnya salju di Pengunungan Himalaya. Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan
banjir besar di Bangladesh, ketiga-tiganya adalah akibat dari kerusakan alam.
Selain tahun 1988, pada tahun 1971 dan
1991, Bangladesh juga mengalami badai angin muson. Rata-rata korban jiwa akibat
banjir yang terjadi di Bangladesh adalah seratus ribu sampai lima ratus ribu
korban jiwa. Hingga sekarang, banjir besar masih sering melanda Bangladesh.
Kalau ditotal, telah ada jutaan nyawa rakyat Bangladesh yang menjadi korban
dari bencana banjir.
Akibat Pemanasan Global, Bangladesh
juga akan menderita kerugian besar dari sektor pertaniannya. Bayangkan saja,
kenaikan satu meter permukaan air laut akan berimbas kepada hilangnya enam belas
persen wilayah Bangladesh atau setara dengan empat belas persen wilayah
pertanian Bangladesh. Sekarang saja, Bangladesh menghasilkan 400.000 ton
sayur-sayuran, 200.000 ton gula, dan 3.7 juta hewan ternak. Seluruh yang dihasilkan
oleh Bangladesh di atas akan berkurang 14% di masa depan akibat kenaikan air
laut.
Tidak cuma itu, pada tahun 2050,
diperkirakan empat puluh juta penduduk Bangladesh yang tinggal di daerah delta
sungai akan kehilangan tempat tinggal mereka dan lebih dari 18% wilayah daratan
Bangladesh akan menjadi daerah perairan. Hal ini akan menghancurkan 10.300
jembatan, 200.000 km jalan dan tentunya akan membuat rakyat Bangladesh menjadi
rakyat termiskin di dunia (data dari UNICEF).
Implikasi sosialnya sudah jelas sekali,
akan terjadi pengungsian besar-besaran dari Bangladesh ke negara-negara
tetangganya. Migrasi ini terjadi karena sudah tidak ada tempat tinggal yang
layak bagi penduduk Bangladesh untuk tinggal di wilayah Bangladesh sendiri. Rakyat
Bangladesh mau tidak mau harus mengungsi ke negara tetangganya seperti Myanmar
dan India atau mungkin Pakistan.
Hampir sama dengan Bangladesh, Mesir
juga negara potensial yang akan menjadi korban dari kenaikan permukaan air laut
akibat pemanasan global. Lebih dari 90% wilayah Mesir adalah negara dengan
kondisi tanah berupa gurun pasir. Kenyataan ini membuat mayoritas penduduk
Mesir tinggal di dataran sepanjang Sungai Nil. Adanya kenaikan air laut akibat
pemanasan global akan membuat daerah delta Sungai Nil yang dihuni begitu banyak
penduduk Mesir akan turut naik juga. Dampaknya jelas, akan banyak kota-kota
besar Mesir yang mengalami banjir terus-menerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar