Jumat, 30 Desember 2016

Kolaborasi Dengan MNC



Kelompok yang paling berkuasa di AS dan mungkin di dunia adalah kelompok perusahaan industri Kelompok ini akan melakukan apa saja untuk memastikan kebijakan-kebijakan AS dan perjanjianperjanjian internasional yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan tidak mengganggu kepentingan bisnis mereka.

Untuk memastikan kepentingan bisnis mereka tidak dianggu-gugat, kelompok ini selalu menghadiri konferensi-konferensi yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan. Kita tentu masih ingat bahwa mereka semangat sekali membuat koalisi WBCSD untuk dapat bergabung dalam Konferensi Rio agar dapat mengarahkan agenda-agenda yang dibicarakan di sana. Bahkan mereka pun mau mengeluarkan dana jutaan dollar hanya untuk mengkampanyekan bahwa pemanasan global dan teori perubahan iklim masih belum dapat dipercayai.

Koalisi ribuan perusahaan yang tergabung dalam International Chamber of Commerce (ICC) yang terdiri atas 7500 perusahaan dan terlibat dalam negosiasi Protokol Kyoto, menyatakan tidak mendukung target dan waktu yang mengikat dalam pengurangan emisi. Global Climate Coalition (koalisi perusahaan-perusahaan besar) pun juga melakukan kampanye jutaan dollar di AS untuk menentang Protokol Kyoto secara keseluruhan karena akan menimbulkan dampak serius bagi perekonomian AS.

Tidak heran, bahkan sampai sekarang, Amerika Serikat ogah menandatangani Protokol Kyoto karena dia yang paling dirugikan dengan adanya protokol ini. Sebagai bahan pembanding, kenaikan suhu rata-rata 2,5o C akan mengakibatkan kerugian 2-9% dari GDP (Gross Domestic Product) bagi negara-negara berkembang. Sementara, bagi negara maju kenaikan suhu 2,5o C hanya menyebabkan kerugian 1-1,5% dari GDP mereka. Artinya, AS tidak akan rugi-rugi amat dengan adanya kenaikan suhu. Contoh lain dari perbedaan risiko yang ditanggung antara AS dengan negara berkembang dapat dilihat ketika terjadi badai panas di Texas tahun 1998. Badai panas akibat perubahan iklim ini hanya menyebabkan kematian 100 orang, sementara badai serupa yang terjadi di India dapat menyebabkan kematian 1300 orang.

Sudah lebih dari sepuluh tahun semenjak Protokol Kyoto ditandatangani, AS masih bersikukuh untuk menolak mengimplementasikan protokol ini. Bila pada Montreal, AS getol betul untuk memaksa negara-negara Eropa menandatangani protocol Montreal, maka di Kyoto, AS malah yang paling tidak bisa berkompromi untuk menandatangani Protokol Kyoto. Sederhana saja jawaban dari inkonsistensi Amerika ini. Pada permasalahaan Ozon, AS memiliki teknologi subtitusi yang dapat mengurangi substansi CFC, sedangkan pada permasalahan pemanasan global, AS tidak punya teknologi subtitusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Baru-baru ini, Amerika Serikat bersedia terlibat lebih aktif dalam isu pemanasan global dengan syarat negara-negara berkembang juga ikut mengurangi emisi gas rumah kacanya. Solusi yang ditawarkan oleh AS ini jelas tidak adil. Pemanasan global merupakan dampak dari akumulasi pencemaran udara yang dilakukan sejak seratus tahun yang lalu oleh negara-negara Eropa dan AS. Adalah ketidakadilan bila negara-negara berkembang yang masih membangun negaranya sudah diminta ikut aturan yang sama dengan yang berlaku bagi negaranegara maju. Sekarang Amerika sudah dalam posisi kemakmuran yang tinggi, sudah sepantasnya ia mengurangi sedikit gaya hidup yang berlebihan. Alih-alih mengurangi gaya hidup masyarakatnya, AS malah menyuruh negara berkembang ikut bertanggung jawab terhadap kerusakan yang telah mereka.

Penduduk Amerika, Kanada, dan Eropa, yang prosentasenya 20,1% dari total warga dunia, mengkonsumsi 59,1% energi dunia, sedangkan warga Afrika dan Amerika Latin, yang prosentasenya 21,4 % dari populasi dunia, hanya mengkonsumsi 10,3 %. Konsumsi energi yang tinggi juga mengakibatkan total emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan negara-negara maju juga tinggi. Pada 1990 aja, total emisi gas rumah kaca mencapai 13,7 Gt (gigaton), yang secara berturut-turut disumbang Amerika (36,1 %), Rusia (17,4 %), Jepang (8,5 %), Jerman (7,4 %), Inggris (4,2 %), Kanada (3,3 %, Italia (3,1 %), Polandia (3 %), Prancis (2,7 %), dan Australia (2,1 %). Sudah jelas bahwa negara maju lah yang paling banyak mengeluarkan polusi, tapi AS masih saja meminta negara-negara berkembang untuk turut ikut bertanggung jawab?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar