Kelompok yang paling berkuasa di AS
dan mungkin di dunia adalah kelompok perusahaan industri Kelompok ini akan
melakukan apa saja untuk memastikan kebijakan-kebijakan AS dan
perjanjianperjanjian internasional yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan
tidak mengganggu kepentingan bisnis mereka.
Untuk memastikan kepentingan bisnis
mereka tidak dianggu-gugat, kelompok ini selalu menghadiri konferensi-konferensi
yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan. Kita tentu masih ingat bahwa
mereka semangat sekali membuat koalisi WBCSD untuk dapat bergabung dalam Konferensi
Rio agar dapat mengarahkan agenda-agenda yang dibicarakan di sana. Bahkan
mereka pun mau mengeluarkan dana jutaan dollar hanya untuk mengkampanyekan
bahwa pemanasan global dan teori perubahan iklim masih belum dapat dipercayai.
Koalisi ribuan perusahaan yang
tergabung dalam International Chamber of Commerce (ICC) yang
terdiri atas 7500 perusahaan dan terlibat dalam negosiasi Protokol Kyoto,
menyatakan tidak mendukung target dan waktu yang mengikat dalam pengurangan emisi.
Global Climate Coalition (koalisi perusahaan-perusahaan besar) pun
juga melakukan kampanye jutaan dollar di AS untuk menentang Protokol Kyoto
secara keseluruhan karena akan menimbulkan dampak serius bagi perekonomian AS.
Tidak heran, bahkan sampai sekarang,
Amerika Serikat ogah menandatangani Protokol Kyoto karena dia yang paling
dirugikan dengan adanya protokol ini. Sebagai bahan pembanding, kenaikan suhu
rata-rata 2,5o C akan mengakibatkan kerugian 2-9% dari GDP (Gross Domestic
Product) bagi negara-negara berkembang. Sementara, bagi negara maju
kenaikan suhu 2,5o C hanya menyebabkan kerugian 1-1,5% dari GDP mereka.
Artinya, AS tidak akan rugi-rugi amat dengan adanya kenaikan suhu. Contoh lain
dari perbedaan risiko yang ditanggung antara AS dengan negara berkembang dapat
dilihat ketika terjadi badai panas di Texas tahun 1998. Badai panas akibat
perubahan iklim ini hanya menyebabkan kematian 100 orang, sementara badai
serupa yang terjadi di India dapat menyebabkan kematian 1300 orang.
Sudah lebih dari sepuluh tahun
semenjak Protokol Kyoto ditandatangani, AS masih bersikukuh untuk menolak
mengimplementasikan protokol ini. Bila pada Montreal, AS getol betul untuk
memaksa negara-negara Eropa menandatangani protocol Montreal, maka di Kyoto, AS
malah yang paling tidak bisa berkompromi untuk menandatangani Protokol Kyoto.
Sederhana saja jawaban dari inkonsistensi Amerika ini. Pada permasalahaan Ozon,
AS memiliki teknologi subtitusi yang dapat mengurangi substansi CFC, sedangkan
pada permasalahan pemanasan global, AS tidak punya teknologi subtitusi untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca.
Baru-baru ini, Amerika Serikat bersedia
terlibat lebih aktif dalam isu pemanasan global dengan syarat negara-negara
berkembang juga ikut mengurangi emisi gas rumah kacanya. Solusi yang ditawarkan
oleh AS ini jelas tidak adil. Pemanasan global merupakan dampak dari akumulasi
pencemaran udara yang dilakukan sejak seratus tahun yang lalu oleh
negara-negara Eropa dan AS. Adalah ketidakadilan bila negara-negara berkembang
yang masih membangun negaranya sudah diminta ikut aturan yang sama dengan yang
berlaku bagi negaranegara maju. Sekarang Amerika sudah dalam posisi kemakmuran
yang tinggi, sudah sepantasnya ia mengurangi sedikit gaya hidup yang berlebihan.
Alih-alih mengurangi gaya hidup masyarakatnya, AS malah menyuruh negara
berkembang ikut bertanggung jawab terhadap kerusakan yang telah mereka.
Penduduk Amerika, Kanada, dan Eropa,
yang prosentasenya 20,1% dari total warga dunia, mengkonsumsi 59,1% energi
dunia, sedangkan warga Afrika dan Amerika Latin, yang prosentasenya 21,4 % dari
populasi dunia, hanya mengkonsumsi 10,3 %. Konsumsi energi yang tinggi juga
mengakibatkan total emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan negara-negara maju
juga tinggi. Pada 1990 aja, total emisi gas rumah kaca mencapai 13,7 Gt
(gigaton), yang secara berturut-turut disumbang Amerika (36,1 %), Rusia (17,4
%), Jepang (8,5 %), Jerman (7,4 %), Inggris (4,2 %), Kanada (3,3 %, Italia (3,1
%), Polandia (3 %), Prancis (2,7 %), dan Australia (2,1 %). Sudah jelas bahwa
negara maju lah yang paling banyak mengeluarkan polusi, tapi AS masih saja
meminta negara-negara berkembang untuk turut ikut bertanggung jawab?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar