Pada level internasional, pembahasan
isu lingkungan sudah dimulai sejak tahun 1960’an. Jadi sebenarnya, isu
lingkungan bukanlah isu yang baru. Setengah abad yang lampau, para ilmuwan sudah
melihat gejala-gejala akan adanya kerusakan lingkungan yang bisa membuat masa
depan bumi dalam kondisi masa depan suram.
Tapi dulu, negara-negara di dunia tidak
terlalu menganggap serius permasalahan kerusakan lingkungan ini karena pada
saat itu ada masalah yang lebih serius lagi yakni Perang Dingin antara AS dan
Uni Soviet. Dua negara ini saling melakukan perlombaan senjata. Isu Perang
Dingin ini membuat fokus perhatian dunia lebih diarahkan kepada upaya penyelesaian
sengketa dua negara ini. Sedangkan isu-isu pengrusakan lingkungan belum terlalu
mendapatkan ruang untuk didiskusikan.
Selain Perang Dingin, penyebab isu
lingkungan tidak terlalu seksi untuk dibahas adalah fokus dunia terhadap masalah
pembangunan. Jika permasalahan Perang Dingin yang lebih banyak concern adalah
negara-negara maju, maka permasalahan pembangunan yang paling banyak concern
adalah negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang menjadikan isu
pembangunan sebagai prioritas utama mereka karena mereka ingin cepatcepat keluar
dari zona kemiskinan menuju zona kemakmuran seperti yang dinikmati
negara-negara maju. Negara-negara maju sendiri karena sudah merasa makmur, yang
dipikirkan cuma bagaimana memelihara kekuasaan mereka saja jadi tidak heran
kalau mereka fokus sekali terhadap masalah Perang Dingin yang tak lain adalah perang
memperebutkan kekuasaan.
Negara maju, karena takut terhadap
serangan dari negara maju lainnya, secara bergantian, terus memperbanyak
senjata nuklir mereka. terkadang, mereka juga menghabiskan milyaran dollar terkuras
hanya untuk mengembangkan teknologi nuklir yang jauh lebih dahsyat daya
hancurnya dari pada bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Berbeda
dengan negara maju, negara berkembang yang ingin keluar dari jerat kemiskinan,
melakukan pembangunan dengan begitu cepat. Pembangunan ini mengakibatkan ratusan
ribu hektar hutan dihancurkan. Kekayaan alam di keruk, dan tanah-tanah subur
dibangun gedung-gedung pencakar langit. Semuanya dilakukan atas nama
pembangunan.
Apa yang dilakukan baik oleh negara
maju maupun negara berkembang berimplikasi terhadap munculnya permasalahan kerusakan
lingkungan yang akut. Masyarakat sipil yang biasanya terorganisir dalam LSM-LSM
lingkungan (sayangnya belum ada LSM yang berbasiskan Islam pada saat itu) mulai
menyuarakan pentingnya memperhatikan permasalahan lingkungan yang kian hari
kian memburuk. Protes ini terjadi pada dekade 1960’an. Pada dekade inilah kita
sering mendengar yang namanya green revolution; revolusi yang dilakukan
anak-anak muda di negara maju yang menentang pengrusakan terhadap lingkungan, dan
tentu juga menentang perang Vietnam (yang juga sangat merusak lingkungan).
Kenapa revolusi hijau ini tumbuh berkembang di negara-negara maju dan bukan di negara
Islam? Mungkin jawabannya karena negara-negara Islam notabenenya adalah
negara-negara miskin sehingga tidak memiliki waktu untuk memikirkan masalah yang
berdampak pada masa depan.
Revolusi hijau yang terjadi di Amerika
tersebut disebabkan oleh terbitnya sebuah buku yang ditulis oleh salah seorang
aktivis lingkungan terkemuka dekade 1960’an bernama Rachel Carson. Bukunya yang
berjudul Silent Spring ini menceritakan bagaimana pada musim semi di
daerah pertanian sudah jarang ditemukan suara kicauan burung yang biasanya
meramaikan suasana musim semi. Setelah ditelaah lebih jauh oleh Rachel,
ternyata tidak adanya kicauan burung di musim semi disebabkan tidak ada lagi
burung yang hidup di daerah pertanian. Burung yang berkicau tatkala musim semi
ternyata udah para mati dan populasinya mulai menciut.
Karena Rachel seorang ahli Biologi,
usut punya usut, ia menemukan bahwa fenomena ini disebabkan oleh pemakaian
pestisida dalam melakukan pemberantasan hama oleh para petani. Pestisida tidak
hanya membunuh hama tetapi juga membunuh burung-burung yang habitatnya juga ada
di daerah pertanian. Rachel berkesimpulan bahwa akibat ulah manusia,
burung-burung yang berhak hidup dan bernyanyi akhirnya harus dikorbankan demi
membuat pertanian para petani berjalan lancar. Akibat penggunaan pestisida,
keseimbangan alam akhirnya terganggu. Itulah kesimpulan dari buku silent
spring karya Rachel.
Buku ini begitu fenomenal. Sangking fenomenalnya,
buku ini mampu membangkitkan
kesadaran lingkungan masyarakat di negara-negara maju terhadap
bahaya kerusakan lingkungan. Alhasil tekanan-tekanan dalam bentuk demonstrasi
yang menuntut adanya upaya pelestarian lingkungan terus digulirkan oleh para
aktivis lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar