Jumat, 30 Desember 2016

Usaha yang Tak Kunjung Berhenti



Pada level internasional, pembahasan isu lingkungan sudah dimulai sejak tahun 1960’an. Jadi sebenarnya, isu lingkungan bukanlah isu yang baru. Setengah abad yang lampau, para ilmuwan sudah melihat gejala-gejala akan adanya kerusakan lingkungan yang bisa membuat masa depan bumi dalam kondisi masa depan suram.

Tapi dulu, negara-negara di dunia tidak terlalu menganggap serius permasalahan kerusakan lingkungan ini karena pada saat itu ada masalah yang lebih serius lagi yakni Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet. Dua negara ini saling melakukan perlombaan senjata. Isu Perang Dingin ini membuat fokus perhatian dunia lebih diarahkan kepada upaya penyelesaian sengketa dua negara ini. Sedangkan isu-isu pengrusakan lingkungan belum terlalu mendapatkan ruang untuk didiskusikan.

Selain Perang Dingin, penyebab isu lingkungan tidak terlalu seksi untuk dibahas adalah fokus dunia terhadap masalah pembangunan. Jika permasalahan Perang Dingin yang lebih banyak concern adalah negara-negara maju, maka permasalahan pembangunan yang paling banyak concern adalah negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang menjadikan isu pembangunan sebagai prioritas utama mereka karena mereka ingin cepatcepat keluar dari zona kemiskinan menuju zona kemakmuran seperti yang dinikmati negara-negara maju. Negara-negara maju sendiri karena sudah merasa makmur, yang dipikirkan cuma bagaimana memelihara kekuasaan mereka saja jadi tidak heran kalau mereka fokus sekali terhadap masalah Perang Dingin yang tak lain adalah perang memperebutkan kekuasaan.

Negara maju, karena takut terhadap serangan dari negara maju lainnya, secara bergantian, terus memperbanyak senjata nuklir mereka. terkadang, mereka juga menghabiskan milyaran dollar terkuras hanya untuk mengembangkan teknologi nuklir yang jauh lebih dahsyat daya hancurnya dari pada bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Berbeda dengan negara maju, negara berkembang yang ingin keluar dari jerat kemiskinan, melakukan pembangunan dengan begitu cepat. Pembangunan ini mengakibatkan ratusan ribu hektar hutan dihancurkan. Kekayaan alam di keruk, dan tanah-tanah subur dibangun gedung-gedung pencakar langit. Semuanya dilakukan atas nama pembangunan.

Apa yang dilakukan baik oleh negara maju maupun negara berkembang berimplikasi terhadap munculnya permasalahan kerusakan lingkungan yang akut. Masyarakat sipil yang biasanya terorganisir dalam LSM-LSM lingkungan (sayangnya belum ada LSM yang berbasiskan Islam pada saat itu) mulai menyuarakan pentingnya memperhatikan permasalahan lingkungan yang kian hari kian memburuk. Protes ini terjadi pada dekade 1960’an. Pada dekade inilah kita sering mendengar yang namanya green revolution; revolusi yang dilakukan anak-anak muda di negara maju yang menentang pengrusakan terhadap lingkungan, dan tentu juga menentang perang Vietnam (yang juga sangat merusak lingkungan). Kenapa revolusi hijau ini tumbuh berkembang di negara-negara maju dan bukan di negara Islam? Mungkin jawabannya karena negara-negara Islam notabenenya adalah negara-negara miskin sehingga tidak memiliki waktu untuk memikirkan masalah yang berdampak pada masa depan.

Revolusi hijau yang terjadi di Amerika tersebut disebabkan oleh terbitnya sebuah buku yang ditulis oleh salah seorang aktivis lingkungan terkemuka dekade 1960’an bernama Rachel Carson. Bukunya yang berjudul Silent Spring ini menceritakan bagaimana pada musim semi di daerah pertanian sudah jarang ditemukan suara kicauan burung yang biasanya meramaikan suasana musim semi. Setelah ditelaah lebih jauh oleh Rachel, ternyata tidak adanya kicauan burung di musim semi disebabkan tidak ada lagi burung yang hidup di daerah pertanian. Burung yang berkicau tatkala musim semi ternyata udah para mati dan populasinya mulai menciut.

Karena Rachel seorang ahli Biologi, usut punya usut, ia menemukan bahwa fenomena ini disebabkan oleh pemakaian pestisida dalam melakukan pemberantasan hama oleh para petani. Pestisida tidak hanya membunuh hama tetapi juga membunuh burung-burung yang habitatnya juga ada di daerah pertanian. Rachel berkesimpulan bahwa akibat ulah manusia, burung-burung yang berhak hidup dan bernyanyi akhirnya harus dikorbankan demi membuat pertanian para petani berjalan lancar. Akibat penggunaan pestisida, keseimbangan alam akhirnya terganggu. Itulah kesimpulan dari buku silent spring karya Rachel.

Buku ini begitu fenomenal. Sangking fenomenalnya, buku ini mampu membangkitkan
kesadaran lingkungan masyarakat di negara-negara maju terhadap bahaya kerusakan lingkungan. Alhasil tekanan-tekanan dalam bentuk demonstrasi yang menuntut adanya upaya pelestarian lingkungan terus digulirkan oleh para aktivis lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar