Teisme
adalah aliran atau paham yang mengakui Tuhan sebagai ada yang personal dan
transenden, dan berpartispasi secara imanen dalam penciptaan dunia dari
ketiadaan melalui aktus pencipta-Nya yang bebas. Antara Tuhan dan
manusia dapat terjalin hubungan I-Thou.
Harun Nasution dalam bukunya “falsafat agama” mennjelaskan
bahwa teisme sepaham dengan deisme, berpendapat bahwa Tuhan adalah transenden,
menyatakan bahwa Tuhan, sungguhpun berada diluar alam, juga dekat pada alam.
Berlainan dengan deisme, teisme menyatakan bahwa alam setelah diciptakan Tuhan,
bukan tidak lagi berajat pada Tuhan, malahan tetap terdapat-Nya. Tuhan adalah
sebab bagi yang ada di alam ini. Segala-galanya bersandar kepada sebab ini.
Tuhan adalah dasar dari segala yang ada dan yang terjadi dalam alam ini. Alam
ini tidak bisa berwujud dan berdiri tampa Tuhan. Tuhanlah yang terus menerus
secara langsung mengatur alam ini.
Selanjutnya Harun Nasution
menyatakan dalam faham teisme alam ini tidak beredar menurut hukum-hukum dan
peraturan-peraturan yang tak berubah, tetapi beredar menurut kehendak mutlak
Tuhan. Oleh karena itu, teisme mengakui adanya mu’jizat. Dalam teisme doa juga
mempuyai tempat.
Aliran teisme dapat dibedakan
dalam beberapa tipe antara lain dapat dibedakan dalam hal kepercayaan tentang
Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam. Menurut Amsal Bakhtiar sebagian besar
penganut teisme percaya bahwa materi alam adalah riil, sedangkan yang lain
menyatakan abstrak, itu hanya eksis dalam pikiran dan idea. Dari sebagaian
besar mereka yakin bahwa Tuhan tidak berubah, tetapi sebagian ada yang
terpengaruh oleh panteisme, sehingga mengatakan bahwa Tuhan berubah dalam
beberapa hal. Sebagian teis berpendapat bahwa Tuhan menciptakan alam dan selalu
ada bersamanya, sementara yang lain yakin bahwa alam harus memiliki suatu
permulaan yang berbeda. Perbedaan yang cukup menonjol dalam teisme adalah
antara agama Yahudi dan Islam disatu pihak dengan kristen Ortodoks dipihak
lain. Dalam keyakinan orang-orang Yahudi dan Islam, Tuhan adalah Zat Yang Esa,
sedangkan dalam Kristen yakin bahwa Tuhan adalah tiga pribadi (trinitas).
Konsepsi-konsepsi teisme dalam
agama Islam, dan agama Krisen dan Yahudi.
a.
Konsepsi Teisme
Dalam Agama Islam
Tokoh Islam yang mengemukakan
gagasannya tentang teisme antara lain adalah Al-Ghazali. Menurutnya Allah
adalah zat yang Esa dan Pencipta alam serta berperan aktif dalam mengendalikan
alam. Allah menciptakan alam dari tidak ada. Karna itu, menurut Al-Ghazali Mukjizat
adalah suatu pristiwa yang wajar karena Tuhan bisa mengubah hukum alam yang
dianggap tidak bisa berubah menjadi berubah. Menurut Al-Ghazali, karena Maha
Kuasa dan berkehendak mutlak, Tuhan mampu mengubah segala ciptaan-Nya sesuai
dengan kehendak mutlak-Nya.
Menurut Amsal Bakhtiar,
Al-Ghazali diakhir hayatnya menitik tekankan pada dimenensi Tuhan. Tuhan sangat
dekat dengan dirinya kemudian dalam berdoa pun tidak perlu dengan suara dan
gerak bibir. Bagi Al-Ghazali bahwa kedekatan Tuhan tersebut sekaligus membuka
tabir pengetahuan.
Al-Ghazali adalah pencari
kebenaran yang hakiki. Pertama Al-Ghazali meyakini bahwa kebenaran itu dapat
diperoleh melalui indera. Akan tetapi menurutnya ternyata indera bohong. Sebab,
mata ketika melihat bulan hanya sebesar bola, pada hal besar bulan hampir sama
dengan bumi. Kedua, dia berpendapat bahwa pengetahuan yang berasal dari akal
dapat dipercaya. Sebab, akal yang mampu menetapkan bahwa bulan itu jau lebih
besar dari bola. Tapi, menurut Al-Ghazali, pengetahuan yanng diperoleh lewat
akal tidak dapat juga dipegang karena ketika seseorag bermimpi, ia benar-benar
merasa mengalami kejadian dalam mimpi tersebut. Padahal, ketika ia bangun,
kejadian dalam mimpi hanya ilusi.
Oleh karena itu, Al-Ghazali
berusaha mencari pengetahuan yang benar dan tidak dapat diragukan lagi.
Pengetahuan yang demikian itu ialah pengetahuan yang langsung dari sumber Yang
Maha Benar, yaitu Tuhan, selanjutnya tidak ada lagi hijab antara hamba pencari
pengetahuan dengan yang memiliki pengetahuan. Inilah kata Al-Ghazali
pengetahuan yang ketiga dan paling hakikih. Demikian Amsal Bakhatiar
menjelaskan.
Pengetahuan yang demikian
bagaikan cahaya yang mempu mengungkap rahasia-rahasia alam dan Tuhan. Istilah
yang dipakai Al-Ghazali adalah kasb (terbukanya tabir), yakni terbukanya tabir
antara dia dengan Tuhan, sehingga tidak ada pengetahuan yang tersembunyi antara
dia dengan Tuhan. Pengetahuan ini, bagi Al-Ghazali, adalah pengetahuan yang
didambakannya. Namun, tidak semua orang yang mendapat pengetahuan tersebut, hanya
orang-orang tertentu yang bisa mencapai derajad itu, yaitu para sufi.
Dalam agama Islam kejelasan
tentang Tuhan adalah Esa, sekaligus transenden dan imanensi terdiskripsi dalam
beberapa ayat Al-Quran, antara lain Qul Huwa Allah Ahad. Artinya “katakanlah
wahai Muhammad, Dia (Allah) adalah satu”. (QS. 112 : 1). Transendensi Tuhan
terdeskripsi dalam surat Al-A’raf ayat 54, yang artinya “sesunggunya Tuhan
kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu
Dia bersemayam di atas ‘Arsy”. Imanensi Tuhan terdeskripsi dalam suarat Qaf
ayat 16, yang artinya, “dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya
dari pada urat lehernya”.
Adapun ayat yang sekaligus
menunjukkan bahwa Tuhan disamping transenden dan imanen adalah surat Yunus ayat
3, yang artinya, “sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam kemudian bersemayam di
atas ‘Arsy untuk mengatur semua urusan”. Menurut Amsal Bakhtiar, awal ayat
ini menjelaskan bahwa Tuhan berada di ‘Arsy yang mengesankan Tuhan jauh dari
alam. Namun, diakhir ayat dia mengatur semua urusan yang mengesankan bahwa
Tuhan selalu memperhatikan alam (imanen). Oleh karena itu, ayat tersebut
menegaskan bahwa Tuhan adalah transenden sekaligus imanen. Demikian gambaran
teisme dalam Islam.
b.
Konsepsi Teisme
Dalam Agama Kristen
St. Augustinus adalah salah
satu tokoh teisme dalam agama Kristen. Bagi Augustinus, Tuhan ada dengan
sendirinya, tidak diciptakan, tidak berubah, Abadi, bersifat personal, dan Maha
Sempurna. Tuhan adalah kekuatan yang personal yang terdiri atas tiga person
yaitu Bapak, Anak, Dan Roh Kudus bagi Augustinus, Tuhan menciptakan alam, jauh
dari alam, diluar dimensi waktu, tetapi Dia mengendalikan setiap kejadian dalam
alam. Karena itu, bagi dia, mukjizat adalah benar-benar ada karena Tuhan selalu
mengatur ciptaan-Nya. Setiap kejadian yang dianggap reguler dan tidak reguler
adalah perbuatan Tuhan. Alam diciptakan dari tiada, karena itu alam adalah baru
dan tidak abadi. Alam memiliki permulaan dan batas akhir serta tidak diciptakan
dalam waktu, tetapi bersama dengan waktu.
Menurut Augustinus, manusia
sama dengan alam, tidak abadi, manusia terdiri atas jasad yang fana dan jiwa
yang tidak mati. Setelah kematian, jiwa menunggu penyatuan, baik dengan jasad
lain maupun dengan keadaan yang lebih tinggi, yaitu surga atau neraka. Ketika
dibangkitkan, jiwa akan mencapai kesempurnaan, hakikat yang sebenarnya dari
manusia yaitu jiwa, bukan jasadnya. Menurut Augustinus jiwa yang bersih akan
kembali pada tuhan.
Menurut Ahmad Tafsir, bahwa
ajaran Augustinus dapat dikatakan berpusat pada dua Pool : Tuhan dan
manusia. Akan tetapi, dapat juga dikatakan bahwa seluruh ajaran Augustinus
berpusat pada Tuhan. Kesimpulan ini diambil karena ia mengatakan bahwa ia hanya
ingin mengenal Tuhan dan ruh, tidak lebih dari pada itu.
Seorang filosof pengritik
adalah Sigmund Freud ia berpendapat
“we say to ourself, it
would indeed be very nice if there were a Gad, who was both creator of the
world and benevolent providence, if there were a moral world order and a future
life, but at the same time it is very odd that this is all just as we shold
wish it ourselfves”
“kita berkata kepada diri kita
sendiri, sungguh sangat menyenangkan jika ada satu Tuhan, pencipta alam dan
dermawan, serta jika ada suatu tatanan dunia moral dan kehidupan akhirat. Namun
pada saat yang sama sangat aneh bahwa ini semua hanya sekedar keinginan diri
kita sendiri”.
Hal di atas sebenarnya Freud
ingin menyatakan bahwa agama manusia tidak lain hanyalah refleksi dan
keinginan-keinginan saja. Kemudian keinginan tersebut dipersonifikasikan dengan
bentuk yang abstrak.
Kritik yang lain terhadap
teisme ialah datang dari Karl Marx menurut Marx agama adalah bagian kelas buruh
yang menderita. Mereka tidak mampu melawan strutur kelas yang begitu kuat,
sehingga mereka mencari kekuatan “supernatural” untuk menolong mereka. Dari
sini muncullah tuhan-tuhan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Orang miskin
Tuhannya adalah yang kaya, orang tertindas Tuhannya adalah yang kuat, dan orang
berperang Tuhan mereka adalah yang cinta damai. Menurut Marx jika sosialisme
muncul, tidak seorangpun akan lapar, dan tidak seorangpun akan tertindas. Agama
akan mati dengan sendirinya sebagaimana halnya dengan Negara, demikian tegas
Marx.
c.
Kosepsi teisme
dalam agama Yahudi
Ibn Maimun adalah tokoh teisme
dalam agama Yahudi. Menurut ibn Maimun, Tuhan meliputi semua posisi yang
penting, tidak berjasad dan tidak berpotensi, dan tidak menyerupai makhluk.
Pendeknya, ketika seseorang berbicara tentang Tuhan dia hanya bisa menggunakan
sifat-sifat yang negatf. Dalam hal ini, Tuhan adalah transenden. Demikian Ibn
Maimun menjelaskan. Apakah hal ini berarti Tuhan tidak memperhatikan keadaan
mahklunya? Apakah doa tidak dikabulkannya? Bahwa Tuhan memperhatikan nasib
mahkluknya dan mendengar doa kita. Demikian Ibn Maimun menjawab pertayaan
tersebut.
Bukti Tuhan memperhatikan
nasib mahklunya, bagi Ibnu Maimun, dia memberikan nikmat pada mahkluk
bertingkat-tingkat. Semakin penting sesuatu itu untuk kebutuhan hidup, semakin
mudah dan murah diperolehnya. Sebaliknya, semakin tidak dibutuhkan, hal itu
semakin jarang dan mahal. Demikianlah, menurut Ibn Maimun, Tuhan sangat memperhatikan
kebutuhan Mahkluknya.
Bila dicermati secara mendalam
dapat dilihat bahwa dari ketiga filosof yang berlainan agama di atas, kelihatan
benang merah yang mengkaitkan pemikiran mereka. Bahwa Al-Ghazali, Augustinus,
ataupun Ibnu Maimun mereka sama-sama menyatakan bahwa Tuhan secara zat adalah
transenden dan jauh dari pengetahuan manusia. Akan tetapi, dilihat dari aspek
perbuatan-Nya, Tuhan berada dalam alam dan bahkan memperhatikan nasib
mahkluk-Nya.
Pemikiran atau konsepsi paham
teisme di atas memiliki beberapa masukan positif dan juga tidak lepas dari
kritikan. Menurut Amsal Bakhatiar masukan positif yang terdapat dalam teisme
dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:
Sebagian besar pemikir
mengakui adanya suatu realitas tertinggi yang perlu diyakini. Beda halnya
dengan moral ateisme tidak bisa di identiikasi secara jelas dan dilacak
asalnya. Sedangkan moral teisme dapat di indentifikasi dan dilacak asalnya,
yakni Tuhan. Tuhan teisme adalah pucak kesempurnaan moral dan pantas untuk
disembah. Lagi pula, Tuhan teisme merupakan pribadi yang jelas, sehingga tidak
heran ada penganut teisme yang rela mengorbankan dirinya untuk teistik, seperti
mati sahid.
Kritik Freud dan Marx di atas
memandang realitas Tuhan melalui analisis, psikologis dan sosiologis. Oleh karenanya
Marx sangat terhadap agama yang waktu itu sangat menyengsarakan rakyat kecil,
tetapi memperkaya kaum kapitalis dan pendeta.
Keadaan waktu Marx hidup
mendorong Marx untuk menganalisis fenomena sosial, sehingga Marx dengan
terburu-buru menyimpulkan bahwa keyakinan kepada Tuhan itulah yang menyebabkan
kelas-kelas dalam masyarakat semakin tajam. Kemudian, kritik yang tajam di
arahkan kepada para tab spemimpin agama. Padahal kalau Marx mau mengelaborasi
isi kitab suci problemnya akan menjadi lain, karena isi kitab suci tidak
bermaksud menindas terhadap kaum buruh, bahkan sebaliknya. Lagi pula bahwa
wawasan Marx sangat sempit sekedar pada agama yang terdapat di Eropa pada waktu
itu. Kesalahan Marx, kelihatan juga pada ukuran yang digunakan. Marx mengukur
kepercayaan agama melalui ukuran ilmu empiris. Padahal, agama tidak bisa di
ukur melalui ukuran yang bersifat empiris. Fenomena agama memang dapat diukur
melalui ukuran yang empiris, tetapi tidak digunakan untuk mengukur kepercayaan.
Kepercayaan ukurannya adalah kafir dan iman, sedangkan ilmu empiris ukurannya
adalah benar dan tidak benar, logis dan tidak logis. Oleh karena itu kritik
Marx terhadap agama terlalu tergesah-gesah dan parsial.
Sumber: M. Baharudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar