Jumat, 30 Desember 2016

Lebih Parah dari Zaman Rasulullah




Rasulullah pernah bersabda: “Jauhilah tiga macam perbuatan yang dilaknat; Buang air besar di sumber air, di tengah jalan, dan dibawah pohon yang teduh” pertanyaannya, mengapa Rasulullah melarang kita membuang air besar di sumber air? Jawaban logis dari pertanyaan tersebut tentu biar kita tidak membuat air tersebut kotor sebab air berfungsi sebagai sumber air minum bagi manusia yang tinggal di dekat sumber air tersebut. Zamannya Rasulullah cuma buang air besar doang yang dianggap sebagai perbuatan paling parah. Di zaman kita, buang air besar di sumber air sudah biasa sekali. Lebih parah lagi, kita tidak hanya membuang “air besar” ke sumber air tetapi zat-zat beracun seperti limbah tailing, limbah radioaktif, plastik, sampai sabun semuanya dibuang ke sumber air. Semuanya dibuang ke segala sumber air mulai laut hingga sungai. Sadis tidak tuh!

Padahal air itu merupakan anugerah bagi kita. Allah berfirman: Dan dia menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia keluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu (Ibrahim: 32). Di ayat lain, Allah juga berfirman: “Dan dia hamparkan bumi setelah itu. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan dia menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya (An- Nazi’at: 30-31).

Dari kedua firman Allah tersebut terkandung pesan betapa air yang melimpah ruah di sekeliling kita ini adalah anugerah tak terbandingkan yang diberi oleh Allah SWT. Namun dalam keadaan yang masih melimpah, kita seenaknya aja ngegunain air untuk halhal yang tidak berguna.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa Rasulullah pernah bersabda bahwa ada tiga hal yang menjadi hak milik publik; air, tempat berlindung, dan api. Dengan demikian, seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini memiliki hak atas air. Jadi kita yang diberkahi Allah dengan kondisi air yang berlimpah, tidak boleh seenaknya menggunakan air karena nun jauh dibelahan dunia sana, ada jutaan orang yang ingin sekali menikmati seciduk air bersih. Air yang kita buang dengan sia-sia.

Ada sebuah cerita tentang seorang Arab Badui yang suatu hari datang menemui Rasulullah SAW. Ia bertanya bagaimana wudhu yang benar. Lalu Rasulullah mempraktekkannya secara berulang tiga kali seraya bersabda inilah yang dinamakan wudhu. Maka barangsiapa yang melebihi ini berarti ia telah menyalahi, kelewat batas, dan zhalim.

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah, bahwa Rasulullah SAW melihat seorang yang sedang Wudhu dengan cara yang sangat berlebihan. Lalu Rasulullah menegurnya untuk tidak berlebihlebihan dalam berwudhu. Dua riwayat hadits di atas memberikan kita pelajaran bahwa jangan mentang-mentang sekarang kita lagi dalam kondisi serba kecukupan air, dengan seenaknya kita membuang-buang air, tidak merasa berdosa telah membuang sampah ke sungai, atau kencing di kali.

Jika tingkat pencemaran air masih tinggi seperti sekarang, niscaya tidak cuma orang Afrika yang mengalami krisis air bersih. Kita pun juga akan merasakan bagaimana rasanya kekurangan air bersih. (saudara-saudara kita sesama orang Indonesia sudah ada yang merasakan lho betapa menderitanya bila terjadi krisis air bersih).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar