Sabtu, 24 Desember 2016

Perbedaan Pendapat Tentang Seni Dalam Islam



Dalam perkembangan sejarah kesenian semenjak zaman prasejarah sampai yang mutakhir seperti sekarang ini, kepercayaan atau agama senantiasa merupakan sumber inspirasi yang amat besar bagi seniman dalam berkarya. Agama adalah pembangkit daya cipta yang luar biasa untuk mewujudkan segala sesuatu yang bernilai seni. Akan tetapi pada pertengahan abad 19 M yaitu permulaan abad yang dipengaruhi oleh pikiran dan cita-cita yang romantis dan materialis, maka sifat keagamaan dalam kesenian mulai hendak ditinggalkan orang. Paham ini muncul di Eropa, mereka menganut paham ini tidak mau terikat oleh aturan norma agama dan berpendapat seni harus independen bebas dari segala pengaruh.
Paham ini telah menjelma menjadi aliran baru yang disebut “I’art pour I’art atau seni untuk seni, yang kemudian sampai sekarang disebut sebagai seni murni. Menurut paham ini seni diciptakan semata-mata untuk seni, kesenian bukanlah agama dan bukan untuk agama atau kepentingan praktis yang lain. Paham ini pada hakekatnya adalah suatu aspek kebudayaan dari ajaran marxisme, karena lahirnya marxisme dan atheisme di Eropa. Dengan paham seni untuk seni sebagai konsep penciptaannya, seniman melemparkan selimut keagamaan keluar menuju alam cipta ekspresi pribadi yang luas, bebas, bahkan absolut. Penganut seni untuk seni menjauhkan diri dari apa yang berbau agama, karena menurut mereka agama tidak memberikan kesempatan istimewa bagi mereka untuk melukiskan objek yang menarik dalam arti yang seluas-luasnya. Mereka menghendaki objek yang tak terbatas, sedangkan agama memberikan batasan tertentu dalam kehidupan berkesenian. Oleh karena itu, mereka lari ke alam bebas, dimana mereka dapat berbuat merdeka melukis dan mematung sesuai keinginannya. Oleh sebab itu Islam tidak mengenal seni untuk seni, Islam tidak mengenal seni yang bebas, akan tetapi yang dikenhendaki Islam adalah seni yang “terpimpin” atau terbimbing” dimana norma-norma agama dan susila harus diindahkan dalam cipta seninya.
Sebab terjadinya perbedaan pandangan dan pendapat dalam seni lukis atau pahat dalam Islam, karena tidak adanya batas yang positif dan tegas mengenai dibolehkan atau tidak Islam dalam melukis atau membuat patung yang realis dan naturalis. Dalam Al-Qur’an tidak dijumpai satupun ayat yang melarangnya, tetapi dalam hadist didapati suatu yang mnyinggung masalah ini. Dari situlah timbul perbedaan pendapat dalam bentuk objek dan motif yang dilukis, secara garis besar perbedaan pendapat Islam tentang seni sebagai berikut:
Pendapat pertama, Hadis yang melarang seseorang membuat lukisan atau pahatan yang objek atau motifnya menggambarkan mahluk hidup seperti manusia dan binatang. Dalam hadis dikatakan barang siapa yang membuat gambar atau patung mahkluk bernyawa di dunia ini, maka di akhirat nanti ia harus bertanggungjawab memberikan nyawa, dan akhirnya ia mendapat sisksaan dari Tuhan karena ia tidak dapat memberikan nyawa. Menurut paham ini melukis atau mematung yang menggambarkan mahluk hidup berarti dilarang atau hukumnya haram. Oleh sebab itu semua gambar mahkluk bernyawa tidak dibolehkan.
Pendapat kedua, boleh membuat gambar mahkluk bernyawa seperti manusia dan binatang, tetapi dengan syarat bentuknya dua dimensi datar seperti foto, gambar, dan lukisan. Kalau bentuk gambar memiliki ukuran tiga dimensi dapat diraba seperti relief dan arca tidak diperbolehkan.
Pendapat ketiga, Boleh membuat gambar mahkluk bernyawa dalam bentuk yang plastis, asal saja dalam bentuk atau rupa yang tidak memungkinkan makhluk itu hidup, misal membuat gambar atau patung setengah badan, secara rasional tidak mungkin bisa hidup karena tidak sempurna. Pendapat ini tetap melarang membuat bentuk mahkluk hidup yang sempurna atau utuh, tetapi membuat sebagaian saja akan terlepas dari tuntutan Tuhan di akhirat nanti, karena bentuk sebagian itu tidak mungkin hidup.
Pendapat keempat, umat Islam sudah hidup dalam zaman modern baik cara berpikir, bertindak, dan bertauchid kepada Tuhan, maka Islam membolehkan membuat lukisan atau patung mahkluk hidup seperti lukisan orang, binatang, patung pahlawan, patung raja untuk monumen, asalkan bukan patung untuk disembah atau dipercayai memberikan kekuatan tertentu,
seperti dalam Al Qur’an disebut dengan Al-Ashnam atau Al-Anshab. Orang Islam tetap diharamkan membuat dan memperjualbelikan patung untuk agama tertentu seperti Bunda Maria, Yesus, dan arca Hindu dan Budha. Adapun larangan itu tegas dinyatakan dalam Al Qur’an berbunyi “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya minuman keras, judi, berhala, dan bertenung adalah perbuatan yang keji dari pada perbuatan setan. Sebab itu hendaklah kamu jauhi mudah-mudahan kamu akan mendapat kemenangan.
Sumber: Martono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar